REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern akan memutuskan nasib pemilihan umum yang rencananya diadakan 19 September pada Senin (17/8). Sebagian pakar berharap pemerintah menolak seruan oposisi untuk penundaan karena munculnya kembali infeksi virus corona di negara itu.
"Dia adalah politikus yang cerdas. Membayar bagi pemerintah untuk mengadakan pemilihan lebih cepat daripada nanti, sementara oposisi menginginkannya ditunda," kata profesor politik di Universitas Massey, Grant Duncan.
Sebagai negara berpenduduk lima juta orang, Selandia Baru bernasib jauh lebih baik daripada kebanyakan negara selama pandemi. Namun serentetan infeksi baru memaksa Ardern memutuskan untuk mengarantina wilayah Auckland, kota terbesar di negara itu, pada awal pekan ini.
Laporan terbaru menyatakan tujuh kasus baru dilaporkan pada Sabtu (15/8). Peristiwa ini terjadi setelah Selandia Baru bebas infeksi selama 102 hari berturut-turut.
Atas kesuksesan Ardern dalam menahan laju infeksi dan korban jiwa akibat virus corona, dia telah memenangkan pujian. Jajak pendapat telah menunjukkan Partai Buruhnya memiliki peluang besar untuk menang.
Tapi dengan laporan kasus baru, kelompok oposisi dari Partai Nasional ingin penundaan dalam pemilihan umum. Langkah ini diharapkan akan membuat Ardern kehilangan sebagian suara atas kondisi karantina yang diterapkan kembali.
Dengan muncul kembali infeksi, pemerintah pun terpaksa membatalkan acara kampanye karena pembatasan pergerakan dan kerumunan karena protokol kesehatan. Momen ini menurut oposisi membuat Ardern menggunakan pandemi untuk menopang dukungan. Dia dituduh memanfaatkan kemunculan di televisi hampir setiap hari untuk meyakinkan warga Selandia Baru.