REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih untuk pikir-pikir terkait putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu yang juga mantan kader PDIP Agustiani Tio Fridelina. Salah satu hal yang dipikir-pikir akan dibanding yakni tidak sependapatnya Majelis Hakim dengan tuntutan Jaksa terkait pencabutan hak politik Wahyu.
Dalam tuntuntan, Jaksa Penuntut KPK meminta agar Majelis Hakim untuk mencabut hak poltik Wahyu selama empat tahun setelah menjalani masa hukuman. "Memang tadi majelis hakim tidak mempertimbangkan untuk pencabutan hak politik, kami (Jaksa KPK) atas putusan itu menyatakan pikir-pikir selama waktu tujuh hari dan atas putusan itupun nantinya kami akan diskusikan dengan tim, langkah hukum apa yang akan kami lakukan dan pastinya salinan putusan lengkap yang tadi dibacakan pun itu kami masih menunggu. Karena tadi yang dibacakan adalah poin-poinnya," kata Jaksa KPK Takdir Suhan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/8).
Takdir menambahkan, KPK juga akan mengembangkan perkara terkait Wahyu yang terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Dalam putusan disebutkan, uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo agar mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.
"Sebagaimana pertimbangan majelis hakim sebagaimana disebutkan bahwa uang yang nilainya Rp 500 juta itu untuk memenangkan dan dipilihnya perwakilan anggota KPU yang mewakili keluarga Papua, itu kan mesti kami analisa kembali pengetahuan bahwa ada pihak-pihak lain yang juga punya andil di dalam pemberian uang kepada Wahyu Setiawan melalui salah satu anggota KPU Thamrin Payopo yang memang sebagaimana fakta sidang tersebut disampaikan uang itu sumbernya dari Gub Papua barat ya itu nanti kami coba analisa kembali, menelusuri fakta-fakta itu, " ujar Takdir.
Takdir juga menegaskan, kasus yang menjerat Wahyu Setiawan ini belum selesai dengan dibacakannya vonis terhadap Wahyu dan Agustiani. Karena, masih ada Harun Masiku yang hingga kini masih buron.
"Pastinya kasus ini belum selesai, soalnya masih ada Harun Masiku yang menjadi DPO itu. saat ini kami fokuskan adalah langkah hukum apa yang bisa yang kami tempuh, kaitannya dengan putusan Wahyu Setiawan yang salah satu poinnya tadi belum mengakomodir pencabutan hak politik," tegas Takdir.
Takdir menambahkan, tidak menutup kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang disebutkan oleh majelis hakim dalam putusan bisa menjadi bahan lain untuk KPK menindaklanjuti kasus ini. "Bahwa dugaan kasus lain pun ikut terlibat, pastinya nanti kami lihat kedepannya ya," ucap Takdir.
Wahyu dan Agustiani divonis enam tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Selain divonis hukuman enam tahun penjara, keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Sama seperti Jaksa KPK, keduanya pun memilih untuk pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atas putusan tersebuyt. Majelis Hakim memberikan waktu satu pekan kepada Jaksa dan kedua terdakwa untuk pikir-pikir.