REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR menggelar rapat kerja (raker) dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Direktur Utama (Dirut) BPJS Ketenagakerjaan terkait program bantuan subsidi untuk pekerja yang upahnya di bawah Rp 5 juta. Dalam raker tersebut Komisi IX DPR meminta pemerintah untuk hati-hati dalam mengimplementasikan program tersebut.
"Kita pernah punya pengalaman kartu prakerja Bu Menteri, ternyata sebagian besar dari yang kami kawal untuk ikut serta baik itu melalui online maupun offline sampai sekarang belum ada yang cair," kata anggota Komisi IX DPR Dewi Aryani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/8).
Ia juga meminta agar BPJS Ketenagakerjaan bisa jeli terkait data penerima. Sebab menurutnya di beberapa kejadian diketahui bahwa data yang ada ternyata tidak update. Kemudian dirinya juga mempertanyakan kesesuaian antara jumlah data penerima yang ada di BPJS ketenagakerjaan dengan target yang akan dicapai oleh Presiden dan Menaker.
"Nanti takutnya jadi ramai lagi, di data tenaga kerja misalnya yang di bawah Rp 5 juta ada 1 juta orang ternyata presiden menyampaikan 1,2 juta ini kan lebih, kalau lebih mungkin penyalurannya lebih mudah, tapi bagaimana kalau kurang?," ujar politikus PDIP tersebut.
Sementara itu Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan alasan BPJS Ketenagakerjaan yang baru menyerahkan 2,5 juta data penerima ke Kementerian Ketenagakerjaan. Menurutnya BPJS Ketenagakerjaan seharusnya tidak mencicil data penerima bantuan.
"Pertanyaan saya ini kenapa data mesti dicicil seperti ini? Kalau pendataan di BPJS Ketenagakerjaan itu bener, rapi, tertib ya kan tidak mesti lama-lama gitu," tuturnya.
Politikus PAN tersebut menduga pemerintah belum siap menerapkan program bantuan tersebut. Ia khawatir jika pendataan semakin lama dilakukan maka distribusi juga akan lama dilaksanakan.
"Sama seperti insentif tenaga kesehatan (nakes) ini yang diprotes sama teman-teman komisi IX. Insentif nakes sampai hari ini kan belum selesai maka diperpanjang pemberian bantuan sampai bulan Desember, mestinya selesai paling lama Agustus ini. Tapi karena tidak selesai ini diperpanjang sampai akhir Desember. Kenapa? karena tidak siap pemerintah," tegasnya.