REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggaran penanganan Covid-19. Kendati bersifat 'darurat', Jokowi menekankan bahwa seluruh belanja negara terkait penanganan Covid-19 tetap harus dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Seperti diketahui, pengelolaan keuangan negara selama masa pandemi berlandaskan Perppu nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penangnan Pandemi Covid-19. Aturan tersebut lantas berubah menjadi Undang-Undang pada Mei lalu. Melalui aturan tersebut, pemerintah punya kewenangan untuk memanfaatkan anggaran secara cepat demi menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi.
"Kami mendukung pemeriksaan ini dilakukan segera, agar pemeriksaan ini mendukung pelaksanaan kegiatan untuk menemukan solusi bagi cara-cara baru yang lebih baik dalam menangani krisis," kata Presiden Jokowi dalam sambutannya di Istana Negara, Selasa (8/9).
Jokowi menjelaskan, pandemi Covid-19 memaksa pemerintah, baik pusat dan daerah, untuk mengambil langkah serbacepat. Sejak awal pandemi melanda misalnya, pemerintah harus menjemput WNI yang masih tertahan di luar negeri, menyiapkan rumah sakit darurat, hingga mencukupi kebutuhan alat kesehatan.
"Semua itu harus dilakukan secara extra ordinary, cara yang tidak seperti biasanya, tidak standar. Keselamatan masyarakat lebih utama daripada prosedur yang berbelit belit yang kita buat sendiri. Yang sudah waktunya harus kita rombak," katanya.
Langkah 'extraordinary' di bidang ekonomi pun dilakukan pemerintah, seperti menyalurkan bantuan sosial baik tunai atau nontunai. Pemerintah, ujar Jokowi, harus segera mengungkit kembali daya beli masyarakat yang sempat terpukul. Apalagi jumlah pengangguran yang meningkat akibat ekonomi lesu.
Namun, presiden menekankan juga bahwa penyederhanaan prosedur yang dilakukan selama pandemi tetap harus mengedepankan akuntabilitas dan transparansi. Ia tidak ingin, alasan serbacepat membuat jajarannya abai terhadap tata laksana keuangan yang baik.
"Saya harap setiap pemeriksa memiliki frekuensi yang sama, untuk keutamaan kepentingan masyarakat, kepentingan bangsa, dan kepentingan negara," kata presiden.
Sementara itu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna juga menyampaikan adanya potensi masalah yang timbul dalam pengelolaan keuangan negara selama pandemi Covid-19. Salah satu contoh, menurut Agung, terlihat pada indikasi kontraksi atas belanja pemerintah pada kuartal II 2020. Padahal, pada saat yang sama pemerintah justru sedang mendorong pelaksanaan anggarandemi menahan laju perlambatan ekonomi.
"Apakah ada masalah dalam tata kelola anggaran, terkait kompleksitas prosedur pelaksanaan anggaran yang diawali dengan penerbitan DIPA? atau memang ada masalah terkait kapasitas fiskal yang saat ini dikelola pemerintah? Semuanya hanya bisa dijawab melalui pemeriksaan," kata Agung.
Menurutnya, permasalahan tata kelola dalam penanganan pandemi tak hanya soal penganggaran dan pelaksanaan. Skala masalah kesehatan yang luas, ujar Agung, menyebabkan pengaturan dan spend of control dari upaya penanganan kesehatan menjadi panjang dan kompleks.
"Begitu banyak otoritas yang terlibat dan begitu besar risiko penularan yang harus ditekan. Yang dihadapkan pada begitu terbatasnya informasi yang tersedia. Minimnya pengalaman dalam menghadapi kasus dengan skala sebesar ini, belum lagi risiko social disobedience," ujar Agung.
Audit BPK kali ini mencakup pemeriksaan yang luas. Agung menyebut proses audit yang akan berjalan sebagai semesta pemeriksaan atau audit universe. Maksudnya, pemeriksaan diawali dengan identifikasi dan penilaian risiko secara mendalam.
"Dalam 3 bulan terakhir, seluruh auditorat keuangan negara di BPK telah secara intensif melakukan pengumpulan data dan informasi terkait objek pemeriksaan yang akan dilaksanaan ini," kata Agung.