Rabu 09 Sep 2020 16:44 WIB

Soal Sertifikasi Penceramah, Menag akan Dialog

Menag akan dialog tekrait soal penceramah bersertifikat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Soal Sertifikasi Penceramah, Menag akan Dialog. Foto: Menag Fachrul Razi
Foto: Dok Kemenag
Soal Sertifikasi Penceramah, Menag akan Dialog. Foto: Menag Fachrul Razi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) akan menyelenggarakan program penceramah bersertifikat. Program ini menuai kritik dan penolakan salah satunya dari Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat yang menolak rencana program tersebut.

Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi berharap dalam waktu dekat bisa melakukan dialog dengan Dewan Pertimbangan MUI untuk membahas program penceramah bersertifikat. Menag juga sudah meminta sekretaris menteri (Sesmen) untuk mengajukan jadwal dialog dengan Dewan Pertimbangan MUI.

Baca Juga

"Rabu (9/9) siang ini Menag mendapat undangan mendadak (dari Dewan Perimbangan MUI) untuk berdialog tentang itu (program penceramah bersertifikat) dengan jajaran MUI dan Ormas Islam," kata Menag kepada Republika, Rabu (9/9).

Menag mengaku senang dengan adanya undangan dari Dewan Pertimbangan MUI untuk dialog membahas program penceramah bersertifikat. Tapi undangannya sangat mendadak dan diterima Menag saat jam rapatnya sudah dimulai.

"Maka Menag minta Sesmen untuk ajukan reschedule, mudah-mudahan dalam waktu dekat segera ada dialog lagi," ujar Menag.

Sebelumnya, Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa'adi mengimbau kepada seluruh masyarakat agar menyikapi rencana program kegiatan dai dan penceramah agama bersertifikat dengan jernih dan obyektif, tidak didasarkan pada sikap curiga dan syak wasangka. Karena dapat menimbulkan salah paham yang berujung pada polemik yang tidak produktif.

"Program dai dan penceramah bersertifikat (yang digagas oleh Kemenag) adalah program biasa yang sudah sering dilakukan oleh ormas-ormas Islam atau lembaga keagamaan lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dai dan penceramah agama agar memiliki bekal dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya," kata Kiai Zainut kepada Republika, Senin (7/9) malam.

Wamenag menjelaskan, seorang dai dan penceramah agama perlu dibekali ilmu psikologi massa, kemampuan bicara di depan publik, dan metode ceramah sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu perlu dibekali pemahaman Islam wasathiyah atau moderasi beragama serta pemahaman wawasan kebangsaan.

Dalam pelaksanaan program tersebut, Wamenag menerangkan, Kemenag bekerja sama dengan majelis dan ormas keagamaan. Seperti MUI, PGI, KWI, PHDI, Walubi/ Permabudhi, Matakin, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan ormas keagamaan lainnya.

Ia menjelaskan, Kemenag bertindak sebagai fasilitator dan pendampingan program dengan memberikan dukungan anggaran stimulan, tenaga dan instrumen lain yang dapat mendorong lahirnya partisipasi masyarakat. "Untuk hal tersebut Kemenag memberikan apresiasi kepada ormas atau kelompok masyarakat yang sudah melaksanakan program tersebut. Kedepannya kami ingin ada sinergi program ormas-ormas agama dengan Kemenag agar lebih maksimal pelaksanaannya," ujarnya.

Wamenag mengatakan, program dai dan penceramah bersertifikat sifatnya sukarela dan bukan menjadi sebuah keharusan. Sehingga tidak ada alasan akan menjadi ancaman bagi dai dan penceramah agama yang tidak mengikutinya, karena tidak ada sanksi apapun yang akan diberikan kepadanya.

Adapun terkait dengan penanggulangan radikalisme yang menjadi tujuan dari program tersebut, harus dipahami bahwa yang dimaksud dengan paham radikal adalah paham yang memenuhi tiga unsur. Pertama, paham yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, paham yang mengingkari nilai-nilai kesepakatan nasional misalnya Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Dan ketiga paham yang menolak kebenaran paham orang lain, menganggap hanya kelompoknya yang paling benar sementara orang lain sesat atau kafir (takfiri)," jelas Wamenag.

Wamenag mengatakan, setiap dai dan penceramah agama harus terbebas dari unsur paham radikal tersebut. Karena dapat mengancam eksistensi Pancasila, NKRI, persatuan dan kesatuan bangsa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement