Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Konglomerat media, pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama meninggal dunia pada usia 88 tahun. Jakon merupakan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia yang merupakan wartawan sekaligus salah satu pendiri Surat Kabar Kompas.
Jakob wafat mengalami gangguan multiorgan yang dikatakan oleh Dokter Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Felix Prabowo Salim. Pemakaman akan dilangsungkan pada tanggal 10 September 2020 di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baca Juga: Konglomerat Sandiaga Uno Bagikan Tips Agar Usaha Tak Bangkrut
Jakob Oetama lahir di Borobudur, Magelang pada 27 September 1931 silam. Almarhum sempat menjadi seorang guru di beberapa sekolah pada periode 1952-1956 setelah lulus dari SMA. Ia juga merupakan lulusan perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Setelah menjadi guru, ia pun memilih jalan sebagai wartawan hingga mendirikan jaringan media terbesar, Kompas Gramedia, bersama rekannya, PK Ojong.
Sebelum mendirikan Kompas, Jakob Oetama bersama PK Ojong, ia merupakan redaktur mingguan "Penabur". Sementara PK Ojong sebagai pemimpin redaksi mingguan "Star Weekly".
Selain pernah menjadi guru, Jakob juga pernah menjadi seorang legislatif. Pada tahun 1966-1982, ia merupakan anggota DPR dari Karya Pembangunan, Golkar. Pada tahun 1987-1999, menjadi anggota MPR dari Utusan Daerah.
Lalu, ia juga tercatat aktif di beberapa kegiatan seperti menjadi Ketua Serikat Penerbit Suratkabar, Sekjen Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia pada 1965-1969. Ia bahkan pernah menjadi penasehat Konfederasi Wartawan ASEAN pada tahun 1974.
Saat masih merintis Intisari dan Kompas, Jakob Oetama dan PK Ojong senantiasa berbagi tugas. Jakob mengurusi editorial, sementara Ojong di bidang bisnis. Namun, situasi pun berubah drastis bagi Jakob setelah Ojong meninggal dunia mendadak dalam tidurnya.
Setelah 15 tahun kebersamaannya dengan Ojong membangun Kompas, kepergian Ojong meninggalkan beban berat di pundak Jakob. Jakob harus terjun langsung ke dalam dunia bisnis.
"Saya harus tahu bisnis. Dengan rendah hati, saya akui pengetahuan saya soal manajemen bisnis, nol! Tapi saya merasa ada modal, bisa ngemong! Kelebihan saya adalah saya tahu diri tidak tahu bisnis." ujarnya sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Kerendahan hati itulah yang justru membawa Jakob mengembangkan Grup Kompas Gramedia menjadi sebesar saat ini. Jakob dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan tidak jemawa atas segala pencapaiannya. Ia tak pernah merasa kaya di hadapan orang miskin, pun merasa miskin di hadapan orang kaya.
Jakob juga kerap mendapatkan penghargaan, adapun penghargaan pertama yang diraih adalah Bintang Mahaputera Utama dari Pemerintah Indonesia pada tahun 1973.