REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI memastikan penduduk yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) tidak akan memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda. Sebab, satu penduduk hanya punya satu NIK.
"Saya jamin kalau sudah punya KTP-e, maka NIKnya tidak akan bisa ganda. Satu penduduk hanya punya satu NIK," kata Dirjen Dukcapil Kemendagri RI Zudan Arif saat diskusi daring dengan tema menyoal data bansos COVID-19 pentingnya audit teknologi untuk menguraikan ketidakharmonisan data di Jakarta, Rabu (9/9).
Ia mengatakan NIK diberikan sejak seorang bayi lahir dan kemudian dimuat dalam satu Kartu Keluarga (KK) dengan bapak dan ibu yang telah memiliki NIK tunggal. Sehingga hampir bisa dipastikan putra dan putri dari orang tua dalam satu KK itu memiliki NIK tunggal pula.
Saat ini, Indonesia memiliki big data kependudukan yang jumlahnya besar yakni nomor empat di dunia dengan 268.583.016 jiwa dan ini telah ada di catatan Kemendagri. Dari jumlah tersebut, penduduk yang sudah dewasa atau berusia di atas 17 tahun ialah sebanyak 196 juta dengan 192 juta di antaranya telah melakukan perekaman KTP-e.
"Jadi data hingga 30 Juni 2020, sekitar empat juta penduduk kita belum melakukan perekaman atau sekitar dua persen dari seluruh penduduk," katanya.
Hal tersebut berarti setiap penduduk yang telah memiliki KTP-e, maka dipastikan telah memiliki NIK tunggal sebab tidak mungkin yang bersangkutan mempunyai KTP-e di tempat lain dengan NIK berbeda. Menurutnya, kemungkinan penduduk memiliki KTP dua dapat terjadi saat yang bersangkutan tidak mengembalikan KTP lama ketika KTP barunya telah diterbitkan.
Misalnya, seseorang dulunya berstatus bujang, kemudian menikah serta dicetakkan KTP dengan status kawin dan yang bersangkutan tidak mengembalikan KTP lama dengan alasan hilang. "Tapi di sini NIK tetap sama atau dengan kata lain perubahan status itu yang menyebabkan ada pendudukan yang punya KTP dua tapi NIK sama," ujarnya.