REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdosakah Tidak Menjenguk Muslim yang Sakit dan Takziyah Saat Pandemi?Menjenguk Muslim yang sedang sakit dan melakukan takziyah tentu sudah sepantasnya dilakukan setiap Muslim. Perbuatan tersebut merupakan sikap terpuji yang diajarkan dalam syariat Islam. Namun bagaimanakah sikap kita di masa pandemi Covid-19? Apakah berdosa jika kita tidak menjenguk dan tidak bertakziyah?
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof Dr Huzaemah Tahido Yanggo menjelaskan, tidak apa-apa jika tidak melakukan takziyah dan tidak menjenguk orang sakit dalam kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 sekarang ini. Dia menjelaskan, bertakziyah dan menjenguk orang sakit memang dianjurkan.
Bahkan menjenguk orang sakit itu hukumnya wajib karena setiap Muslim punya hak atas Muslim yang lain. Salah satu haknya adalah dijenguk ketika sakit. "Menjadi wajib kalau tidak ada halangan di waktu normal, karena ini menjadi 'Haqqul Muslim alal Muslim' (hak Muslim atas Muslim yang lain)," jelasnya kepada Republika, Senin (14/9).
Namun, Huzaemah melanjutkan, dalam kondisi darurat pandemi Covid-19, menjenguk orang sakit tidak lagi menjadi wajib. Bahkan bisa menjadi makruh hingga haram jika itu membahayakan diri. Sebab, menjaga diri dari bahaya juga wajib hukumnya.
"Kalau seseorang bertakziyah ke tempat orang yang meninggal karena corona atau karena yang lain, kan dikhawatirkan ketularan. Kalau ingin tetap ke sana, maka harus dengan menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak, pakai masker, dan rajin cuci tangan," paparnya.
Huzaemah menganjurkan untuk menggunakan sarana teknologi seperti telepon, video call, dan semacamnya sebagai pengganti ketika tidak memungkinkan membesuk secara langsung. Dalam percakapan telepon itu, bisa sekaligus mendoakan yang bersangkutan agar dicabut penyakitnya.
Jangankan urusan menjenguk orang sakit dan takziyah, tutur Huzaeman, perkara shalat Jumat yang hukumnya wajib bagi setiap individu saja bisa ditinggalkan di tengah pandemi, untuk kemudian diganti dengan shalat Zuhur. "Jadi kalau tidak memungkinkan untuk menjenguk, karena kita menjaga kesehatan, maka bisa telpon ke sana," ungkapnya.
Huzaemah juga memaparkan, haram hukumnya melakukan perbuatan yang dapat mencelakakan diri sendiri. Jika tetap dilakukan, sama saja dengan bunuh diri. Setiap Muslim pun harus pandai-pandai melihat kondisi terkini tentang perkembangan kasus Covid-19 di wilayahnya.
"Kita juga harus melihat kondisi juga, kita kan bisa melihat situasinya, memungkinkan atau tidak. Kalau menurut otoritas kesehatan tidak apa-apa, ya tidak masalah tetapi dengan mengikuti protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, ikuti aturan-aturannya," paparnya.
Ustaz Isnan Ansory dalam bukunya 'Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit' yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing, menjelaskan, hal pertama yang harus dilakukan seorang Muslim dalam menghadapi wabah penyakit setelah ia menata akidahnya adalah, berikhtiar semaksimal mungkin untuk menghindarinya.
"Bahkan sikap ini merupakan perintah langsung dari Rasulullah saw dan juga sekaligus diamalkan oleh Rasulullah SAW," jelasnya.
Dari Abu Said al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Siapapun yang membuat suatu bahaya maka Allah akan membalasnya, dan siapapun membuat kesulitan atas orang lain, maka Allah akan menyulitkannya." (HR. Malik, Daruquthni, Hakim dan Baihaqi)
Selain itu, papar Ustaz Isnan, setiap Muslim juga harus berprasangka baik kepada Allah atas setiap ujian-Nya. Senantiasa optimis dalam menghadapinya dan berucap kata-kata yang baik. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW dalam hadits.
Dari Anas, Nabi SAW bersabda, "Tidaklah penyakit menular tanpa izin Allah dan tidak ada pengaruh dikarenakan seekor burung, tetapi yang mengagumkanku ialah al-Fa'lu (optimisme), yaitu kalimah hasanah atau kalimat thayyibah (kata-kata yang baik)." (HR. Bukhari dan Muslim).