REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Laboratorium spesialis di Prancis dan Swedia mengkonfirmasi bukti bahwa pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny telah diracuni oleh agen saraf Novichok pada Senin (14/9). Sebelumnya laboratorium militer Jerman telah mengkonfirmasi ditemukan zat serupa dalam sampel yang diambil dari tubuh Navalny.
Juru bicara pemerintah Jerman Steffen Seibert mengatakan, Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) yang berbasis di Den Haag juga telah menerima sampel. Mereka sedang mengambil langkah untuk mengujinya di laboratorium rujukan.
"Terlepas dari pemeriksaan yang sedang berlangsung oleh OPCW, tiga laboratorium kini telah mengkonfirmasi secara independen bahwa ada bukti agen saraf dari kelompok Novichok sebagai penyebab keracunan Navalny," kata Seibert.
Seibert meminta Prancis dan Swedia untuk melakukan "tinjauan independen" atas temuan Jerman dengan menggunakan sampel yang baru dari Navalny. Berlin menuntut Rusia menyelidiki kasus peracunan kritikus Kremlin tersebut.
"Kami meminta Rusia dapat menjelaskan insiden ini, dan kami sedang melakukan diskusi dengan mitra Eropa tentang langkah lebih lanjut," kata Sibert.
Kremlin merasa tersinggung dengan seruan dari Kanselir Jerman Angela Merkel dan para pemimpin dunia, agar Rusia menyelidiki kasus peracunan Navalny. Rusia kerap menyangkal keterlibatan mereka dalam kasus tersebut dan menuding negara-negara Barat berusaha mencoreng nama baik Moskow.
Otoritas Rusia mendesak Jerman untuk membagikan bukti yang menyimpulkan bahwa Navalny diracun oleh agen saraf Novichok. Zat saraf itu sebelumnya juga digunakan untuk meracuni mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury, Inggris pada 2018.
Navalny diterbangkan ke Jerman pada bulan lalu setelah pingsan dalam penerbangan kembali ke Moskow dari Siberia. Dia diduga mengalami keracunan setelah meminum secangkir teh yang diracun selama penerbangan. Setelah dirawat selama lebih dari dua pekan dalam keadaan koma di Berlin’s Charite Hospital, Jerman, Navalny mulai siuman.
Novichok adalah jenis racun yang mematikan dan dikembangkan oleh militer Soviet pada 1970an dan 1980an. Dilansir BBC, senjata kimia generasi keempat itu dikembangkan secara rahasia dan diberi kode program "Foliant". Pada 1999, pejabat Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) terbang ke Uzbekistan untuk membantu perlucutan fasilitas uji coba senjata kimia terbesar milik Soviet.