Selasa 15 Sep 2020 11:04 WIB

Tumbuh Melambat, Utang Luar Negeri RI Capai Rp 6.064 Triliun

Utang luar negeri Indonesia masih didominasi utang sektor swasta, termasuk BUMN.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Utang (ilustrasi)
Foto: AP Photo/LM Otero
Utang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia pada Juli 2020 tumbuh melambat yaitu sebesar 4,1 persen (yoy), dibandingkan bulan sebelumnya atau Juni 2020 sebesar 5,1 persen (yoy). Posisi utang luar negeri Indonesia akhir Juli 2020 tercatat sebesar 409,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.064 triliu.

"Perkembangan ini didorong oleh menurunnya pertumbuhan utang luar negeri swasta di tengah pertumbuhan utang luar negeri pemerintah yang relatif stabil," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Ia menjelaskan utang luar negeri tersebut terdiri atas sektor publik (pemerintah dan Bank Sentral) 201,8 miliar dolar AS dan sektor swasta (termasuk BUMN) 207,9 miliar dolar AS.

Menurut dia, posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir Juli 2020 tercatat sebesar 199 miliar dolar AS atau tumbuh 2,3 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan Juni 2020 sebesar 2,1 persen (yoy).

"Perkembangan ini disebabkan adanya penarikan sebagian komitmen lembaga multilateral dan penerbitan Samurai Bonds untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk untuk penanganan pandemi COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," katanya.

Utang luar negeri pemerintah ini dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 23,6 persen dari total utang dan sektor konstruksi 16,5 persen.

Selain itu, juga untuk sektor jasa pendidikan 16,4 persen, sektor jasa keuangan dan asuransi 11,9 persen, serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 11,8 persen.

Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri swasta pada Juli 2020 tercatat 6,1 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juni 2020 sebesar 8,3 persen (yoy).

"Perkembangan utang luar negeri ini dipengaruhi oleh berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) dan kontraksi ULN lembaga keuangan (LK)," ujar Onny.

Utang luar negeri PBLK tumbuh 8,7 persen (yoy), melambat dari bulan sebelumnya 11,5 persen (yoy). Utang luar negeri LK juga terkontraksi 2,2 persen (yoy), meski sedikit meningkat dari kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (yoy).

Beberapa sektor utang terbesar, yakni mencapai 77,2 persen dari utang swasta, adalah sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan.

Dengan perkembangan ini, struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya dengan rasio terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 38,2 persen.

"Struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa 89,1 persen dari total utang luar negeri," ujar Onny.

Dalam rangka menjaga agar struktur utang luar negeri tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan utang, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement