Kamis 17 Sep 2020 14:09 WIB

Astronom Temukan Planet Raksasa Mengorbit Bintang Katai

Sistem planet besar mengorbit bintang katai adalah sangat langka.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Bintang katai putih (ilustrasi).
Foto: Sciencepic
Bintang katai putih (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MADISON -- Astronom Universitas Wisconsin-Madison dan rekan-rekannya telah menemukan planet seukuran Jupiter yang mengorbit dengan kecepatan sangat tinggi di sekitar bintang katai putih yang jauh. Pengamatan ini dilakukan berkat sekumpulan teleskop di luar angkasa dan di Bumi.

Sistem tersebut, yang berjarak sekitar 80 tahun cahaya, melanggar semua ketentuan umum tentang bintang dan planet. Katai putih adalah sisa-sisa bintang mirip matahari, menyusut drastis hingga seukuran Bumi, namun tetap mempertahankan setengah massa Matahari.

Baca Juga

Planet masif itu menjulang di atas bintang mungilnya, yang berputar setiap 34 jam berkat orbitnya yang sangat dekat. Sebaliknya, Merkurius membutuhkan waktu 90 hari untuk mengorbit matahari.

Meskipun ada petunjuk tentang planet besar yang mengorbit mendekati katai putih di masa lalu, temuan baru ini adalah bukti paling jelas bahwa pasangan aneh ini ada. Konfirmasi itu menyoroti beragam cara sistem bintang dapat berevolusi dan dapat memberikan gambaran sekilas tentang nasib tata surya kita sendiri.

Sistem katai putih seperti itu bahkan dapat menyediakan pengaturan layak huni yang langka agar kehidupan muncul dalam cahaya bintang yang sekarat.

"Kami belum pernah melihat bukti sebelumnya bahwa sebuah planet datang begitu dekat dengan katai putih dan masih hidup. Ini kejutan yang menyenangkan," kata pemimpin peneliti Andrew Vanderburg, dilansir di Science Daily, Kamis (17/9).

Para peneliti mempublikasikan temuan mereka pada 16 September di jurnal Nature. Vanderburg memimpin kolaborasi besar astronom internasional yang menganalisis data. Teleskop yang berkontribusi termasuk teleskop pemburu planet ekstrasurya NASA TESS dan dua teleskop berbasis darat besar di Kepulauan Canary.

Vanderburg awalnya tertarik untuk mempelajari katai putih (sisa-sisa bintang seukuran matahari setelah mereka menghabiskan bahan bakar nuklirnya) dan planet mereka secara tidak sengaja. Saat di sekolah pascasarjana, dia meninjau data dari pendahulu TESS, teleskop luar angkasa Kepler, dan melihat katai putih dengan awan puing di sekitarnya.

"Apa yang akhirnya kami temukan adalah bahwa ini adalah planet kecil atau asteroid yang sedang terkoyak saat kami melihatnya, yang sangat keren," kata Vanderburg.

Planet tersebut telah dihancurkan oleh gravitasi bintang setelah peralihannya menjadi katai putih yang menyebabkan orbit planet jatuh ke arah bintang. Sejak saat itu, Vanderburg bertanya-tanya apakah planet, terutama yang besar, dapat bertahan dalam perjalanan menuju bintang yang menua.

Dengan memindai data untuk ribuan sistem katai putih yang dikumpulkan oleh TESS, para peneliti melihat sebuah bintang yang kecerahannya meredup setengahnya setiap satu setengah hari. Ini adalah sebuah tanda bahwa sesuatu yang besar sedang lewat di depan bintang dengan kencang, orbit secepat kilat.

Sayangnya, sulit untuk menafsirkan datanya karena silau dari bintang terdekat mengganggu pengukuran TESS. Untuk mengatasi kendala ini, para astronom melengkapi data TESS dari teleskop darat beresolusi tinggi, termasuk tiga yang dijalankan oleh astronom amatir.

"Setelah silau terkendali, dalam satu malam, mereka mendapatkan data yang jauh lebih baik dan lebih bersih daripada yang kami dapatkan dengan pengamatan selama sebulan dari luar angkasa," kata Vanderburg.

Karena katai putih jauh lebih kecil dari bintang normal, planet-planet besar yang lewat di depannya memblokir banyak cahaya bintang, membuat deteksi dengan teleskop berbasis darat jauh lebih sederhana.

Data tersebut mengungkapkan bahwa sebuah planet seukuran Jupiter, mungkin sedikit lebih besar, mengorbit sangat dekat dengan bintangnya. Tim Vanderburg yakin raksasa gas itu mulai jauh dari bintang dan pindah ke orbitnya saat ini setelah bintang itu berevolusi menjadi katai putih.

Bagaimana planet ini terhindar dari kehancuran selama pergolakan? Model interaksi planet katai putih sebelumnya tampaknya tidak sejalan untuk sistem bintang tertentu ini.

Para peneliti menjalankan simulasi baru yang memberikan jawaban potensial atas misteri tersebut. Ketika bintang itu kehabisan bahan bakar, ia berkembang menjadi raksasa merah, menelan semua planet di dekatnya dan mengguncang planet seukuran Jupiter yang mengorbit lebih jauh. Hal itu menyebabkan planet mengambil orbit oval yang berlebihan yang lewat sangat dekat dengan katai putih yang sekarang menyusut tetapi juga melemparkan planet sangat jauh di puncak orbit.

Selama ribuan tahun, interaksi gravitasi antara katai putih dan planetnya perlahan-lahan menyebarkan energinya. Pada akhirnya interaksi gravitasi mengarahkan planet ini ke orbit melingkar yang rapat yang hanya membutuhkan satu setengah hari untuk menyelesaikannya.

Proses itu membutuhkan waktu miliaran tahun. Katai putih khusus ini adalah salah satu yang tertua yang diamati oleh teleskop TESS pada usia hampir 6 miliar tahun, banyak waktu untuk memperlambat pasangan planet masifnya.

Sementara katai putih tidak lagi melakukan fusi nuklir, mereka masih melepaskan cahaya dan panas saat mendingin. Mungkin saja planet yang cukup dekat dengan bintang yang sekarat akan berada di zona layak huni, wilayah di dekat bintang tempat air cair, dianggap dibutuhkan agar kehidupan muncul dan bertahan.

Sekarang, penelitian telah memastikan bahwa sistem ini ada, dan menawarkan kesempatan yang menggiurkan untuk mencari bentuk kehidupan lain. Struktur unik sistem planet katai putih memberikan peluang ideal untuk mempelajari ciri kimia atmosfer planet yang mengorbit, cara potensial untuk mencari tanda-tanda kehidupan dari jauh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement