REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketaatan orang tua terutama ibu kepada Allah SWT menjadi investasi bagi keshalihan anak-anaknya di kemudian hari.
Ketaatan Hanah istri Imran terbukti telah menjadikan putrinya Maryam, yang Allah abadikan dalam Alquran karena ketaatannya kepada Allah SWT.
Imran dan Hanah merupakan pasangan suami istri yang taat mengamalkan Taurat. Cukup lama mereka sabar menantikan seorang anak yang menjadi pelengkap kebahagian dalam keimanan.
Agar doanya cepat dikabulkan, karena usia Hanah dan Imrah tak lagi muda, dia pancing doanya dengan kalimat nazar. Kata dia, ketika Allah SWT memberikan karunia seorang anak, anak itu akan ia abdikan kepada Allah SWT di Baitul Maqdis.
"Suamiku kelak anak ini akan aku serahkan untuk mengabdi Baitul Maqdis. Biarlah dia menjadi manusia yang dekat kepada Allah." Kata Hana saking senangnya mendapat tanda-tanda kehamilan
Ririn Astutiningrum dalam bukunya. "Salihah ala 4 Wanita Penghulu Surga" menuoliskan, sebelum mengandung Maryam, Hanah merasakan kegelisahan panjang lantaran Allah tidak juga memberinya keturunan. Sementara umurnya terus bertambah dan masa-masa untuk hamil serasa tak mungkin lagi. Meski tak lagi muda Hanah tak pernah putus asa dengan doa-doanya. "Dia terus meminta kepada Allah agar harapan besarnya untuk memiliki anak dikabulkan," katanya.
Suami Hanah, yakni Imran pun begitu mendambakan hadirnya seorang anak. Dia seorang laki-laki alim yang mengajarkan Taurat di Baitul Maqdis. Dalam terpaan gelombang penyelewengan terhadap kitab Taurat, Imran tetap teguh mengajarkan dan mengamalkannya dengan benar.
"Dia sama sekali tidak mau berkolaborasi dengan rahib-rahib lain yang memilih memanfaatkan isi Taurat untuk mengeruk keuntungan duniawi," katanya.
Di antara perilaku para rahib nakal itu adalah mereka menarik semacam infaq atau zakat tetapi nyatanya mereka menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri.
Suatu hari, doa Imran dan Hanah terkabulkan salam usia yang tak muda lagi, Hana hamil, Sungguh, itulah janji Allah yang akan mengabulkan pinta hamba-hambanya. Rasa syukur ia ungkapkan dalam sebentuk Nazar untuk menyerahkan anaknya kelak di jalan Allah.
Imran sempat bertanya, akan nazar istrinya itu. Padahal Baitul Maqdis hanya dihuni oleh laki-laki. " Bagaimana jika anak kita perempuan? "Tanya Imran.
Imran tahu betul kondisi di lingkungan Baitul Maqdis, karena dia adalah seorang pengajar Taurat di Bantul Maqdis. Ribuan pelajar yang berada di majelis ilmu itu semuanya laki-laki. Dan nyatanya, anak Imran dan Hana benar-benar terlahir perempuan yakni Maryam.
Namun Nazar, tetap harus ditepati, bayi mungil yang diberi nama Maryam itu pun diserahkan ke Baitul Maqdis. Tak lama kemudian, Hanah meninggal dunia sedangkan Imran telah mendahuluinya menghadap sang Khalik ketika mereka masih berada dalam kandungan.
Maryam kecil berada dalam asuhan pamannya, yaitu Nabi Zakaria. Beliau adalah salah satu pengajar Taurat di Baitul Maqdis. Demi keselamatan dan keamanan Maryam, pamannya yang bijak itu membuatkan Mihrab tersendiri. "Tiada seorang pun boleh masuk ke dalamnya kecuali Nabi Zakaria dan Yusuf An Nazar yang beliau percayai untuk mengantarkan makanan," katanya.
Sejak kecil Maryam binti Imran berada dalam lingkungan yang kental oleh nuansa keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sehari-hari Maria melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang beribadah kepada Allah, sejak kecil pula, ilmu yang pertama-tama diterimanya adalah tentang Allah maka tak heran jika ia pun tumbuh sebagai remaja yang dekat dengan Allah.