Jumat 18 Sep 2020 08:45 WIB

Oracle dan Bytedance Capai Kesepakatan dengan Pemerintah AS

TikTok menolak tawaran dari Microsoft dan lebih memilih Oracle.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
(Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)
Foto: Pixabay
(Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS), pemilik TikTok ByteDance Ltd. dan Oracle Corp telah mencapai kesepakatan sementara terkait persyaratan tawaran Oracle dalam menjalankan operasional TikTok di AS. Rencana ini disampaikan orang yang memahami masalah tersebut.

Menteri Keuangan Steven Mnuchin telah mengirim lembar persyaratan yang sudah direvisi ke Bytedance pada Rabu (17/9). Seperti dilansir di Bloomberg, Kamis (18/9), lembar tersebut sudah diterima Bytedance dan Oracle.

Baca Juga

Menurut narasumber, revisi yang disampaikan lebih membahas penanganan masalah keamanan nasional dari sisi transaksi. Narasumber meminta untuk tidak menyertakan identitas karena sensitivitas masalah tersebut.

ByteDance mencoba untuk mendapatkan persetujuan pemerintah AS untuk bertransaksi dengan Oracle. Hal ini akan membuat perusahaan induk yang bermarkas di Cina dapat mempertahankan saham mayoritas di TikTok.

Tapi, Presiden Donald Trump menentang bila ByteDance mempertahankan saham dan kendali di TikTok. Ia menilai, media sosial ini dapat mengganggu keamanan nasional dan berpotensi menjadi ancaman.

Kesepakatan antara ByteDance dan Oracle harus menunggu persetujuan dari Trup, yang sampai saat ini masih menolak transaksi tersebut, serta pemerintah Cina yang dituduh AS melakukan intimidasi ekonomi.

Menurut salah seorang sumber, Penasihat Senior Gedung Putih Jared Kushner telah mengetahui persyaratan yang direvisi, namun belum meninjau detail terbaru secara mendalam. Kushner juga belum mempertimbangkan, apakah Trump harus menandatangani kesepakatan.

Gedung Putih dan Departemen Keuangan menolak berkomentar, sementara Kedutaan Besar Cina di Washington tidak menanggapi permintaan berkomentar.

Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows mengatakan, ia cemas tawaran Oracle untuk TikTok hanya sekadar 'repackaging' yang tidak akan memenuhi keinginan Presiden.

Saat ini, Meadows menambahkan, pemerintah masih melihat detail potensial dari kesepakatan ini. Termasuk, apakah kesepakatan telah memenuhi syarat keamanan nasional Amerika. "Kekhawatiran terbesar saya adalah jika yang dilakukan hanya pengemasan ulang dan tetap mempertahankannya sebagai perusahaan yang sebagian besarnya dilakukan oleh pemerintah Cina. Itu tidak akan sejalan dengan tujuan awal yang diuraikan Presiden," katanya, Kamis (17/9) pagi.

Berdasarkan rencana tersebut, Oracle akan mengakuisisi saham minoritas di TikTok versi baru dengan kantor pusat di AS dan dewan independen yang disetujui pemerintah AS.

Berdasarkan pernyataan beberapa sumber, sejumlah persyaratan baru telah dibuat untuk melindungi data warga AS agar tidak jatuh ke tangan Cina. Di antaranya, 20 halaman ketentuan terperinci atas data dan keamanan nasional. Dalam persyaratan itu, seluruh dewan direksi harus terdiri dari warga negara AS dan akan mencakup komite keamanan nasional.

Badan itu akan diketuai oleh pakar keamanan data AS yang akan menjadi penghubung utama dengan Komite Investasi Asing di AS. Komite ini mengawasi masalah apapun yang menjadi perhatian AS. Poin Perjanjian sebelumnya tidak memasukkan pembahasan mengenai pembentukan komite.

Persyaratan kesepakatan yang diusulkan akan memberikan Oracle akses penuh ke kode sumber dan pembaharuan TikTok. Ini untuk memastikan, tidak ada celah yang bisa digunakan perusahaan induk di Cina untuk mengakses data 100 juta pengguna aplikasi TikTok di AS.

Bloomberg juga melaporkan, setidaknya tiga pemegang saham perusahaan induk TikTok di Cina akan mengambil bagian dalam bisnis baru ini. Mereka adalah General Atlantic, Sequoia Capital dan Coatue Management.

Salah satu narasumber mengatakan, Walmart Inc mungkin juga akan diberikan kursi di jajaran dewan. Walmart sebelumnya bermitra dengan Microsoft Corp untuk mengakuisisi bisnis TikTok di AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement