REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan sepandangan dengan sikap yang telah dikeluarkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di masa pandemi. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah dan PBNU mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda sampai keadaan memungkinkan. Apalagi, penyebaran virus korona baru di Tanah Air belum sepenuhnya teratasi. Kurva Covid-19 juga masih menunjukkan peningkatan.
Kiai Muhyiddin mengatakan, MUI mendukung pihak-pihak, termasuk PP Muhammadiyah dan PBNU, yang meminta kepada pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan DPR agar menunda penyelenggaraan Pilkada 2020. Penundaan tersebut dilakukan setidaknya hingga kurva pandemi Covid-19 menunjukan tanda-tanda melandai.
"Permintaan ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tanggung jawab moral kolektif MUI guna menyelamatkan jiwa manusia dan mengamalkan maqasid syariah," kata Kiai Muhyiddin kepada Republika, Senin (21/9).
Ia menyampaikan, tujuan maqasid syariah lebih mengutamakan penyelamatan jiwa daripada penyelamatan ekonomi dan lain sebagainya. Apabila raga manusia tidak tidak sehat, lanjut dia, maka nyawa pun mungkin akan terancam. Dalam keadaan demikian, tidak mungkin proses pemulihan ekonomi bisa dilakukan.
"Tanpa jiwa (raga) yang sehat maka semua program penyelamat lainnya akan menjadi sia-sia. Pemerintah diminta agar lebih serius, fokus dan koordinatif dalam menangani pandemi Covid-19. Kebijakan parsial dan ambigu hanya akan memperparah kondisi kesehatan rakyat," ujarnya.
Ia mengatakan, MUI khawatir apabila penyelenggaraan Pemilukada 2020 dipaksakan oleh pemerintah, justru akan menimbulkan begitu banyak mudarat. Padahal, agama Islam mengajarkan manusia untuk menghindari kemudaratan.
MUI pun meminta kepada pemerintah agar serius menangani pandemi Covid-19 ini dengan segala daya dan upaya. Sebab, kurva Covid-19 sekarang terus meningkat dan masyarakat tampaknya sudah mulai mengabaikan protokol kesehatan.
"Kita bukan tidak menghargai apa yang telah dilakukan pemerintah, namun itu kurang cukup," ucap dia.