Kamis 24 Sep 2020 14:15 WIB

Proyeksi Profesor Statistik Soal Akhir Pandemi di Indonesia

Akhir pandemi tergantung upaya-upaya pengendalian laju penyebaran pemerintah.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)
Foto: EPA/CDC
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada, Dedi Rosadi, awal April lalu memperkirakan pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir Mei. Kini, ia menilai, akhir pandemi tergantung upaya-upaya pengendalian laju penyebaran pemerintah.

"Akhir pendami sangat bergantung kepada upaya-upaya pemerintah dalam mengendalikan laju penyebaran penyakit Covid-19 ini," kata Dedi,  Kamis (24/9).

Baca Juga

Ia menuturkan, ada kenaikan nilai proyeksi kasus positif akhir pandemi yang cukup signifikan dibanding rilis terakhir akhir Juli 2020 lalu. Didapat dari tracing data terakhir dan memakai berbagai pendekatan pemodelan data-driven.

Prediksi paling optimistis diperoleh dengan menggunakan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu. Dari sana, diperkirakan pandemi akan berakhir pada pertengahan Februari 2021 dengan kasus positif minimal 322 ribu penderita.

Secara terpisah, dengan model Probabilistic Data Driven Model (PDDM) didapat puncak pandemi Covid-19 Indonesia pada pertengahan November-Desember. Lalu, berakhir pada Mei 2021 dengan estimasi kasus positif 700 ribu penderita.

Dedi turut melakukan kajian memakai pendekatan model kurva Richard dan kurva pertumbuhan logistik. Menunjukkan proyeksi akhir pandemi berada antara April 2021 sampai 2022 dengan prediksi penderita mirip model SIR-Regresi dan PDDM.

Dari pantauan kurva insidensi harian penderita terlihat penambahan jumlah pasien harian belum capai puncak sampai sekarang. Sedangkan, angka penularan saat ini masih di atas satu, atau bernilai 1.07 pada 23 September 2020.

"Namun, dengan model SIR-Regresi-runtun-waktu dapat disimpulkan terjadi sedikit peningkatan laju infeksi penyebaran penyakit yang dibarengi dengan peningkatan yang cukup tinggi terhadap laju kesembuhan pasien," ujar Dedi.

Dedi menyampaikan, perlu ada pengendalian penyebaran Covid-19 optimal dengan menggencarkan tracing, testing dan treatment. Terutama, di episentrum seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sulawesi Selatan.

"Secara nasional dalam waktu dekat penting untuk dipantau seksama kemungkinan kemunculan klaster pilkada yang muncul karena mobilitas penduduk mendukung kegiatan ini, baik sebelum hari H maupun pada hari H pilkada," kata Dedi.

Selain itu, perlu meningkatkan kewaspadaan penularan lokal di beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang jadi episentrum penyebaran. Itu penting mengingat angka perhitungan angka penularan di Indonesia beberapa hari terakhir masih 1.07.

Dedi menembahkan, penurunan laju penularan dapat dilakukan secara optimal dengan berbagai cara. Utamanya, pendisiplinan masyarakat menaati protokol kesehatan, khususnya memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

"Kemudian, pengaturan mobilitas penduduk lebih hati-hati dan pemberian vaksin massal. Di sisi lain, penemuan teknologi obat akan tingkatkan laju kesembuhan, sehingga upaya-upaya itu akan dapat mengakhiri pandemi secara lebih cepat," ujar Dedi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement