REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menuturkan, dakwah secara digital masih terkendala kualitas internet yang belum memadai. Dia mengatakan, kecepatan internet kerap lambat sehingga menghambat upaya dakwah digital.
"Kalau di daerah pasti terasa internet yang enggak bisa maksimal. Di tengah kota saja saya sering down. Pas lagi ngomong itu down, apalagi kendala internet kita yang kadang-kadang lambat itu juga masih menjadi kendala, sehingga ceramah-ceramah digital itu menjadi kurang maksimal," tutur dia kepada Republika, Kamis (24/9).
Menurut Kiai Cholil, harus ada usaha untuk memperbaiki kualitas internet di Indonesia. "Internet kita tentu harus diperbaiki, dan harus dilakukan reformasi. Ke depan, bukan karena ada covid, tidak ada covid pun kita membutuhkan daring, dan daring akan menjadi kebiasaan baru, mau tak mau," ujarnya.
Karena itu, Kiai Cholil menyampaikan, kekuatan internet yang berkualitas harus disiapkan oleh pemerintah. "Karena jumlah penduduk yang besar 271 juta. Orang bangun langsung pegang smartphone. Maka mau tak mau memang kerjaan kita sekarang melalui daring," ungkapnya.
Kendala lain yang menyulitkan dakwah digital yakni kebiasaan orang Indonesia yang suka berkumpul. Ketika diajak menonton tayangan daring berisi ceramah ustaz, dianggap seperti menonton televisi biasa. Apalagi, pengajian yang digelar di masyarakat umumnya tersedia hidangan makanan.
"Kita terbiasa tatap muka. Budaya Timur, kumpul-kumpul, apalagi harus dengan makan-makannya. Itu yang belum bisa tergantikan dengan digital. Kalau melalui digital, itu seperti nonton televisi, sehingga tidak merasa ada sentuhan yang lebih dekat," ujarnya.
Kiai Cholil menyadari, dakwah digital sebetulnya sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya, bagi orang yang sedang mencari informasi terhadap suatu perkara. Pertanyaan tentang keagamaan tentu bisa dijawab hanya dengan mengakses internet.
"Tetapi kita menjadi tidak tahu sasarannya ke mana. Para audience bisa memilih dengan berbagai tipe ustaz yang bisa diakses atau diikuti, seperti pasar yang tergantung mekanisme pasar, mana yang menarik, mana yang diperlukan, mana yang bisa menjawab kebutuhan," tutur dia.