REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses rekonstruksi oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap proses aborsi di klinik ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, berlangsung hanya dalam waktu 15 menit. Prosesnya terbilang cukup cepat.
"Saya sudah jelaskan bahwa itu dilakukan dengan sangat cepat sekali. Asumsi dari persiapan si pasien masuk sampai dengan pemulihan itu estimasi hanya 15 menit saja," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Jumat.
Lebih lanjut, Calvijn menjelaskan proses eksekusi aborsi atau vakum terhadap janin hanya membutuhkan waktu selama lima menit saja.
Calvijn mengatakan, keterangan tersebut juga telah dituangkan oleh para tersangka dalam berita acara pemeriksaan atau BAP. "Jadi pada saat proses pengambilan vakum atau melakukan aborsi itu estimasi hanya lima menit saja, ini yang sudah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan," tambahnya.
Berdasarkan keterangan operator klinik yang kini telah menyandang status tersangka, proses aborsi di klinik ilegal itu bisa berjalan dengan sangat cepat karena hanya menerima aborsi untuk janin berusia maksimal 12 minggu.
"Setelah dilihat dari usia kandungan janin tersebut. Faktanya, di praktek aborsi ini melayani maksimal 12 minggu," ujarnya.
Penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan 10 orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas perannya masing-masing. Salah satu tersangka dalam perkara tersebut adalah seorang pasien klinik tersebut yang baru saja menggugurkan janinnya saat polisi menggerebek klinik ilegal tersebut.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang resah dengan keberadaan klinik ilegal tersebut. Klinik tersebut sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu. Namun sempat tutup beberapa tahun, kemudian buka kembali sebelum akhirnya digerebek oleh polisi.
Atas perbuatannya para tersangka dikenai Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 Ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.