Ahad 04 Oct 2020 14:32 WIB

KSPI Ungkap 7 Alasan Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja 

Dua juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional sikapi RUU Ciptaker.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buruh yang tergabung dalam 32 federasi pekerja rencananya akan menggelar aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Ada tujuh alasan utama mengapa kelompok pekerja menolak RUU sapu jagat ini.

Pertama, dihapusnya UMK bersyarat dan UMSK. Sebab UMK di setiap kabupaten/kota berbeda nilainya, karena tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara Asia Tenggara lainnya

Selain itu, UMSK dinilai harus tetap ada. Sebab, tidak adil jika pekerja di sektor otomotif dan pertambangan nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau kerupuk. 

"Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, Ahad (4/10).

Sebagai jalan tengah, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK bisa dilakukan di tingkat nasional, untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK.

“Jadi upah minimum yang diberlakukan tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said.

Kedua, kelompok buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali. Di mana 19 bulan gaji dibayar pengusaha dan 6 bulan lainnya dibayar BPJS Ketenagakerjaan. 

Selanjutnya, persoalan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dalam hal ini, buruh menolak tidak adanya batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.

"Keempat, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan," ujar Said.

Kelima, waktu kerja tetap yang dinilai eksploitatif. Keenam, hilangnya hak cuti dan hak upah atas cuti. "Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan terancam hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang," ujar Said.

Terkahir, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup. “Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” tegas Said.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement