Sutradara Film “Sejauh Kumelangkah“, Ucu Agustin, melayangkan somasi kepada Kementerian pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan PT Telkom Indonesia (Telkom) karena dugaan pelanggaran hak cipta.
Film yang memenangkan Piala Citra 2019 untuk kategori film dokumenter pendek tersebut ditayangkan dalam program Belajar dari Rumah (BDR), yang merupakan kerja sama Kemendikbud dan TVRI, pada 25 Juni 2020. Film tersebut kemudian juga ditayangkan di platform streaming online UseeTV, program layanan televisi milik Telkom.
Ucu Agustin pun mensomasi ketiga pihak karena “menayangkan, memutilasi, dan memodifikasi film tanpa seizin dan tanpa sepengetahuan pembuat dan pemegang hak cipta film.”
Kronologi penayangan film
Dugaan pelanggaran bermula ketika staf khusus Kemendikbud meminta In-Docs (Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia) merekomendasikan film dokumenter Indonesia untuk ditayangkan dalam program BDR Kemendikbud di TVRI. In-Docs yang juga salah satu executive producer film “Sejauh Kumelangkah” merekomendasikan antara lain film ini.
Namun, Ucu tengah menjalin kontrak dengan pihak Al Jazeera Internasional (AJI-Malaysia) yang mengharuskan film ditayangkan perdana di platform TV Al Jazeera, secara ekslusif dengan masa hold back enam bulan.
“In-Docs kemudian berkali meminta draft kontrak/MOU supaya semua pihak bisa secara transparan mengetahui skema kerjasama penayangan film di program Kemendikbud BDR di TVRI, termasuk untuk keperluan memberitahu pihak AJI, tapi tak sekalipun permintaan ditanggapi,” papar Ucu Agustin dalam keterangan tertulis yang diterima DW Indonesia.
Ucu Agustin kemudian menyampaikan bahwa pihak Kemendikbud secara sepihak mengirim uang sebesar Rp 1,5 juta kepada In-Docs melalui rekening atas nama pribadi/perorangan dan bukan melalui rekening resmi institusi Kemendikbud.
“Tindakan tersebut di atas merupakan perbuatan melawan hukum, yaitu pelanggaran hak cipta sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (1) huruf c dan d dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” terangnya.
Permintaan maaf dan tuntut ganti rugi
Karenanya, Ucu Agustin melalui kuasa hukumnya mendesak ketiga pihak untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik “atas penayangan tanpa izin, tanpa kontrak dan tanpa pemberitahuan kepada pemilik hak cipta, dan juga karena materi hak cipta ditayangkan ke publik di lembaga penyiaran publik dan dengan menggunakan anggaran dana publik (untuk mitigasi bencana Covid-19).”
Pihak Ucu Agustin meminta Kemendikbud untuk membuka rincian dan penggunaan anggaran program BDR kepada publik serta ke depan melakukan pengawasan program BDR di TVRI secara ketat. Menurutnya, sedikitnya ada lima film yang ditayangkan di program BDR yang juga tanpa kontrak saat film ditayangkan.
Selain itu, dia juga menuntut ganti rugi secara materil senilai USD 80 ribu atau setara Rp 1,12 miliar. “Biaya ini termasuk untuk menanggung biaya produksi yang masih berhutang serta penggantian ganti rugi yang berpotensi dituntut oleh pihak AJI bila Ucu dianggap melakukan pelanggaran kontrak.”
Tidak memiliki wewenang terhadap konten tayangan
Menangapi ini, Telkom merasa tidak terikat dengan somasi yang dilayangkan pihak Ucu atas dugaan pelanggaran hak cipta saat menayangkan film "Sejauh Kumelangkah" dalam program BDR.
Vice President Corporate Communication Telkom, Arief Prabowo, menjelaskan USeeTV sebagai platform penyiaran milik Telkom hanya menayangkan konten dari lembaga penyiaran dalam kasus ini TVRI.
"USeeTV hanya menayangkan konten dari mitra (TVRI) tanpa modifikasi atau alterasi, sebagaimana halnya dengan tayangan lain yang ada di UseeTV," kata Arief dikutip dari Suara.com, Senin (05/10).
Oleh sebab itu, Arief menegaskan pihaknya tidak bertanggungjawab dan tidak memiliki wewenang terhadap konten tayangan.
"Konten-konten yang memiliki hak siar tertentu akan diatur oleh stasiun TV-nya," katanya.
Kepada DW Indonesia, Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno menyampaikan bahwa sepenuhnya isi konten BDR diatur oleh Kemedikbud dan TVRI tidak mengetahui perjanjian antara Kemendikbud dan Ucu. Ia mengaku pihaknya hanya menjadi sebatas media penyiaran.
“TVRI hanya menerima konten BDR dimana TVRI hanya sebagai media placement. Kami tidak tahu atau punya kewenangan apapun atas deal atau perjanjian antara Kemendikbud dengan vendor,” jelas Iman, Senin (05/10).
“Ada ratusan program Kemendikbud, asumsinya urusan deal antara vendor dan Kemendikbud ya kita enggak ikutan. Analogi seperti agensi periklanan masang iklan di TV. TV mana tahu apa PH-nya sudah dibayar sama agensinya. Kita enggak mungkin nanya,” lanjutnya.
Berharap segera rampung
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid mengatakan bahwa sejak awal Kemendikbud tidak memperbolehkan tayangan nonpembelajaran berupa program kebudayaan dan film Indonesia, yang merupakan tayangan eksklusif untuk TVRI dan tidak dapat ditayang ulang maupun tayang secara live streaming oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan hak siar yang terbatas dan upaya melindungi hak cipta.
Namun, setelah mendapat laporan dari In-Docs atas adanya penayangan film tersebut di layanan Video-On-Demand UseeTV, pihaknya telah mengajukan permintaan maaf.
“Setelah mendengarkan masukan dari pihak In-Docs untuk menjembatani surat keberatan yang dilayangkan sebelumnya, maka pada 6 Juli 2020 Kemendikbud melayangkan surat permintaan maaf secara resmi dan membantu menurunkan film Sejauh Kumelangkah dari UseeTV,” terang Hilmar dalam siaran persnya yang diterima DW Indonesia, Senin (05/10).
Selanjutnya, pihak Kemendikbud hadir pada mediasi yang dilakukan bersama kuasa hukum Ucu pada 10 dan 18 Agustus 2020 untuk mencari jalan tengah beserta solusi.
“Kami tidak membantah bahwa ada kendala administrasi penayangan film tersebut. Namun kami beritikad baik dengan mengajukan permohonan maaf secara resmi dan mencoba mengklarifikasi permasalahan ini supaya lebih jelas,” papar Hilmar.
Ia menegaskan bahwa penayangan program BDR di TVRI bersifat nonkomersial sehingga Kemendikbud tidak mendapatkan keuntungan secara ekonomi dalam bentuk apa pun dari tayangan tersebut. Himar pun berharap permasalahan ini dapat segera rampung.
“Kami menghormati aturan hukum yang berlaku dan berharap permasalahan ini segera rampung,” pungkas Hilmar.
Film "Sejauh Kumelangkah" mengisahkan tentang persahabatan dua remaja penyandang disabilitas yang tinggal di Amerika Serikat dan Indonesia. Film ini juga memberikan gambaran tentang akses terhadap berbagai layanan publik, termasuk akses penyandang disabilitas terhadap pendidikan yang merupakan hak asasi manusia.
rap/hp (Suara.com)