REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan capaian legislasi DPR di Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021. Puan mengatakan pada Masa Sidang I Tahun 2020-2021, DPR telah menyelesaikan lima rancangan undang-undang (RUU) menjadi Undang-Undang.
"Pada masa sidang ini, DPR bersama Pemerintah telah melakukan penyelesaian pembahasan terhadap sejumlah RUU, pertama, Undang Undang tentang Bea Materai, yang merupakan pengganti UU Nomor 13 Tahun 1985 sehingga pajak atas Bea Materai tersebut belum pernah mengalami perubahan sejak 1 Januari 1986 (35 tahun)," kata Puan dalam pidato penutupan Masa Sidang DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10).
Puan mengatakan, RUU tentang Bea Materai bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, memberikan kepastian hukum, dan menyelaraskan dengan perkembangan teknologi serta memberikan perlakukan hukum yang sama, baik dokumen kertas maupun dokumen non kertas atau elektronik. Kedua, menurutnya UU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Swedia tentang Kerja Sama dalam Bidang Pertahanan.
Dia mengatakan ketiga, RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. "RUU ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum yang adil bagi hakim konstitusi yang saat ini masih mengemban amanah sehingga dilakukan perbaikan terhadap ketentuan mengenai kedudukan, susunan, dan wewenang Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Menurutnya, ketentuan lain yang berubah dalam RUU tersebut adalah yang terkait dengan usia minimal, syarat, tata cara seleksi Hakim Konstitusi, dan perubahan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK.
Keempat, menurutnya UU tentang Protokol Untuk Melaksanakan Komitmen Paket Ketujuh Dalam Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa Keuangan atau "Protocol to Implement the Seventh Package of Commitment on Financial Service Under the ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)".
Puan mengatakan Pengesahan Protokol ke-7 Jasa Keuangan AFAS itu, diharapkan memberikan dampak positif bagi pengembangan industri asuransi umum syariah di Indonesia dan membuka kesempatan bagi penyedia jasa keuangan Indonesia untuk mengakses industri jasa keuangan ASEAN. "Pemerintah dalam melaksanakan Protokol ke-6 Jasa Keuangan AFAS agar tetap menjaga, melindungi dan memperhatikan kepentingan sistem jasa keuangan nasional," katanya.
Kelima, menurutnya RUU Cipta Kerja, telah dapat diselesaikan Pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Puan mengatakan, melalui UU Cipta Kerja, diharapkan dapat membangun ekosistem berusaha di Indonesia yang lebih baik dan dapat mempercepat terwujudnya kemajuan Indonesia.
"Apabila Undang Undang ini masih dirasakan oleh sebagian masyarakat belum sempurna, maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan Undang Undang tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Menurut dia, DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat UU tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa Undang Undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia.