Jumat 09 Oct 2020 11:00 WIB

Bima Arya: Target Omnibus Law Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Belum pernah ada pembahasan antara APEKSI dan DPR dalam membahas UU Cipta Kerja.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Erik Purnama Putra
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto menyampaikan sejumlah catatan miliknya terkait Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinilai berdampak kepada kewenangan daerah. Menurut Bima, semangat yang bisa ditangkap sebetulnya adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

"Saya lihat ada hal-hal yang kemudian jauh lebih sederhana dan lebih ringkas," ujar Bima usai memantau aksi demonstrasi di depan Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (8/10).

Dalam UU tersebut, menurut Bima, pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam banyak hal, sehingga kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Karena itu, sambung dia, harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci dan jelas.

"Harus diatur dalam aturan turunannya, seperti peraturan pemerintah, utamanya terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di masing-masing daerah,” jelas Bima.

Berdasarkan catatan Bima yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), sejauh ini belum pernah ada sesi pembahasan antara APEKSI dan DPR dalam membahas UU Cipta Kerja. Sementara, APEKSI memiliki beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draft UU terutama soal perizinan dan tata ruang.

"Karena itu, sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses Omnibus Law tidak maksimal dilakukan," kata politikus PAN tersebut.

Bima pun meminta, rumusan peraturan pemerintah nantinya harus lebih jelas untuk mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga. Ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah, dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan pemerintah daerah dalam UU tersebut, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata perizinan hilang dari konsep Omnibus di mana izin disebutkan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi," kata Bima.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement