REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menyebut situasi kacau membuat sejumlah wartawan mendapatkan tindakan represif dari anggota kepolisian saat meliput aksi demonstrasi tolak UU Cipta Kerja. Polri menyebut telah memberikan imbauan agar antara anggota kepolisian dengan wartawan harus saling bekerja sama di lapangan.
"Memang kami seharusnya menjunjung dan melindungi wartawan tapi karena situasinya chaos (kacau) dan anarkis anggota juga melindungi dirinya sendiri. Kami harus saling kerja sama saja di lapangan, kalau ketemu anggota unjukin identitas yang jelas nanti bisa diberitahu kalau teman-teman mencari berita," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jumat (9/10).
Ia mengatakan di lapangan para wartawan harus komunikasi dan memiliki identitas yang jelas agar dilihat oleh anggota kepolisian. "Sampaikan saja di sana bahwa saya seorang wartawan, saya ingin meliput," kata dia.
Ia menyarankan sebaiknya wartawan yang meliput selalu ada di belakang polisi dan nantinya akan dilindungi. Ia mengaku kalau semua anggota sudah diimbau agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan para wartawan.
"Ya yang diintimidasi dan ditangkap kami akan kroscek dulu kejadiannya seperti apa tapi setiap pengamanan kami sudah memberi imbauan dan mengingatkan semua agar tidak terjadi salah paham," kata dia.
Aliansi Jurnalis Independen Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mencatat ada tujuh orang jurnalis yang mengalami kekerasan dari polisi saat meliput aksi tolak UU Cipta Kerja, di Jakarta pada Kamis (8/10).
"Ada tujuh jurnalis, namun jumlah ini bisa bertambah dan kami masih terus menelusuri dan memverifikasi perkara," kata Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung, di Jakarta, Jumat (9/10).
Salah satunya adalah jurnalis CNNIndonesia.com, Tohirin, yang mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika ia meliput demonstran yang ditangkap dan dipukul di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Saat itu, Tohirin tak memotret atau merekam perlakuan itu.
Namun polisi tak percaya kesaksiannya, lantas merampas dan memeriksa galeri ponselnya. Polisi lalu marah saat melihat foto aparat memiting demonstran, akibatnya gawai yang ia gunakan sebagai alat liputan dibanting hingga hancur dan seluruh data liputannya turut rusak.
"Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm,” kata Thohirin yang mengaku telah menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan "Pers" miliknya ke aparat.