REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya yang berjudul Ad-Da' u wa ad- Dawa' (Terapi Penyakit Hati) menuliskan, maksiat adalah bantuan yang diberikan manusia untuk menguat-kan musuhnya, syaitan, dan merupakan pasukan yang menguatkan musuh untuk memerangi dirinya. Yang demikian itu ditetapkan Allah untuk menguji manusia dengan musuh yang tidak pernah berpisah darinya, walaupun hanya sekejap mata, serta dengan teman yang tetap terjaga dan tidak pernah lalai. Musuh dan bala tentaranya tersebut melihat manusia dari suatu tempat yang tidak bisa dilihat oleh mereka. Musuh tadi menyerangnya pada setiap kesempatan.
Setiap kali musuh itu mampu (berkesempatan) membuat makar terhadap manusia tadi, tentu saja ia akan melakukannya, dengan meminta bantuan kepada keturunan moyangnya, yaitu syaitan dari kalangan jin, juga kepada selain mereka, yakni syaitan dari kalangan manusia. Kemudian, musuh pun menyusun strategi, mempersiapkan semua jebakan, dan menebar mata-mata.
Musuh itu berkata kepada para pembantunya: "Binasakanlah musuh kalian sekaligus musuh moyang kalian (manusia)! Jangan sampai kalian gagal dalam hal ini sehingga dia mendapatkan Surga, sementara kalian di Neraka; dia mendapat rahmat, sedangkan kalian mendapat laknat. Kalian tahu apa yang telah menimpa kita, berupa kehinaan, laknat, dan terjauhkan dari rahmat Allah, adalah karena mereka. Oleh sebab itu, berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk menjadikan orang-orang tersebut bersama-sama kita dalam bencana ini. Sesungguhnya kita tidak akan bisa tinggal bersama dengan orang-orang shalih dari kalangan mereka di Surga."
Allah telah memberitahukan kepada kita segala tindak-tanduk musuh itu (syaitan), sekaligus memerintahkan kita untuk bersiap-siap menghadapinya. Ketika Allah mengetahui bahwa Adam dan keturunannya mendapatkan musibah akibat musuh ini, yaitu musuh yang telah mengusai mereka, maka Dia membantu mereka dengan pasukan dan tentara untuk menghadapi musuh tersebut. Dan musuh manusia tadi juga dibantu dengan pasukan dan tentaranya.
Allah mensyari'atkan jihad sepanjang hayat di dunia, yang jika dibandingkan dengan akhirat hanyalah seperti satu nafas dari nafas-nafasnya. Allah membeli harta dan jiwa kaum Mukminin dengan Surga, hingga mereka berperang di jalan-Nya, mereka membunuh atau terbunuh. Lantas, Allah mengabarkan bahwa itu adalah janji yang ditegaskan dalam Kitab-Kitab-Nya yang paling mulia: Taurat, Injil, dan al-Qur-an; sekaligus mengabarkan bahwa tidak ada yang lebih menepati janji daripada Dia. Selanjutnya, Allah memerintahkan mereka agar bergembira dengan transaksi ini. Barang siapa yang ingin mengetahui nilai jual beli tadi maka hendaklah melihat siapa pembelinya, harga yang ditawarkan, dan siapa yang melangsungkan proses transaksi. Adakah keberuntungan yang lebih besar daripada ini? T ransaksi manakah yang lebih menguntungkan daripadanya?
Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di Surga 'Adn. ltulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi} karunia lain yang kamu sukai (yaitu} pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman." (QS. Ash-Shaff: 10-13) .
Menurut Ibnu Qayyim, tidaklah Allah menjadikan musuh berkuasa atas hamba-Nya yang Mukmin-salah satu makhluk-Nya yang sangat Dia cintai-melainkan dikarenakan jihad adalah perkara yang paling dicintai-Nya. Pelaku jihad adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya serta paling dekat kedudukannya di sisi-Nya. Bahkan, Allah mengikatkan bendera perang ini kepada intisari makhluk-Nya, yaitu hati, yang me-rupakan tempat mengenal, mencintai, dan menyembah-Nya; sekaligus tempat keikhlasan, tawakkal, dan taubat. Urusan perang ini Allah wakilkan kepada hati, lalu Dia menolong dengan pasukan dari kalangan Malaikat yang selalu menyertai kaum Mukminin.
Allah berfirman:
"Bagi, manusia ada Malaikat-Malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah .... " (QS. Ar-Ra'd: 11)
Ibnu Qayyim menuliskan, para Malaikat tersebut datang silih berganti. Jika sebagiannya pergi, maka datanglah sebagian yang lain untuk mengokohkannya, menyuruhnya mengerjakan kebaikan, mendorongnya, menolong, dan menjanjikannya kemuliaan di sisi Allah.
Mereka berkata kepadanya: "Sungguh, ini hanyalah kesabaran sesaat, sedangkan engkau akan ber-senang-senang untuk selamanya."
Kemudian, Allah menolong hati dengan pasukan yang lain, yaitu wahyu dan firman-Nya, dan Allah mengirimkan Rasul-Nya serta menurunkan Kitab-Nya untuk manusia. Maka bertambahlah kekuatan di atas kekuatan, bantuan di atas bantuan, pertolongan di atas pertolongan, dan persiapan di atas persiapan.
Di samping itu, hati juga diperkuat dengan akal yang bertindak sebagai pendamping dan pengatur; dengan pengetahuan, sebagai penasihat dan penunjuk; dengan iman, sebagai pengokoh dan penolong; dan dengan keyakinan, sebagai pengungkap hakikat perkara; hingga seolah-olah ia melihat apa yang dijanjikan Allah kepada para wali dan golongan-Nya atas musuh-musuh-N ya. Akal mengatur pasukannya; pengetahuan memberi masukan informasi tentang strategi perang dan posisi yang tepat; iman mengokohkan, menguatkan, dan menjadikannya sabar; dan keyakinan membuatnya maju menyerang dengan serangan yang tepat.
Selanjutnya, Allah menolong pelaku peperangan ini dengan ke-kuatan yang tampak dan tersembunyi. Dia jadikan mata sebagai peng-amatnya, telinga sebagai pembawa berita, lisan sebagai penerjemahnya, serta kedua kaki dan tangan sebagai para penolongnya. Lalu Allah memerintahkan para Malaikat dan para pengusung 'Arsy-Nya agar me-mintakan ampunan untuk manusia, memohon agar_Allah menjaganya dari segala keburukan, dan memasukkannya ke dalam Surga. Hingga akhirnya, Allah sendiri yang membelanya, seraya berkata: "Mereka adalah golongan-Ku." Sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung.