REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Pemerintah Azerbaijan menyebut Armenia melanggar gencatan senjata di wilayah Nagorno-Karabakh yang diduduki tak lama setelah diberlakukan. Pasukan Armenia disebut melakukan serangan di wilayah Aghdara-Tartar dan Fuzuli-Jabrayil.
"Armenia terang-terangan melanggar rezim gencatan senjata," kata Kementerian Pertahanan (Kemhan) Azerbaijan dikutip dari laman Daily Sabah, Ahad (11/10).
Menurut Kemhan Azerbaijan, pasukan Armenia melakukan serangan di wilayah Aghdara-Tartar dan Fuzuli-Jabrayil. Beberapa permukiman Azerbaijan juga disebut mendapatkan tembakan artileri. Menjelang gencatan senjata, pasukan Armenia menembaki wilayah sipil Azerbaijan.
"Angkatan bersenjata Armenia secara intensif menembaki daerah-daerah berpenduduk di distrik Geranboy, Tartar, Aghdam, Agjaberdi dan Fuzuli," kata kementerian itu dalam sebuah keterangannya. Dalam keterangan itu juga ditambahkan, "tentara Azerbaijan mengambil tindakan pembalasan terhadap musuh."
Pasukan Armenia disebut telah menargetkan wilayah sipil berpenduduk padat di Azerbaijan sejak bentrokan di wilayah yang diduduki meletus pada 27 September lalu. Armenia dan Azerbaijan menyetujui gencatan senjata yang dimulai pada Sabtu siang untuk memungkinkan pertukaran tahanan dan pengembalian jenazah mereka yang tewas dalam aksi.
Pembicaraan itu adalah kontak diplomatik pertama antara kedua negara tersebut sejak konflik baru-baru ini yang menewaskan ratusan orang. Gencatan senjata direncanakan dimulai pukul 12 malam waktu setempat.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, yang menengahi negosiasi di Moskow, mengumumkan gencatan senjata pada pukul 3 pagi setelah 10 jam pembicaraan dengan pihak Armenia dan Azerbaijan. Dia juga mengatakan, Armenia dan Azerbaijan telah setuju untuk memulai pembicaraan tentang penyelesaian konflik.
Hubungan antara kedua negara bekas Soviet itu tetap tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh. Empat resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) dan dua resolusi Majelis Umum PBB (UNGA), serta banyak organisasi internasional, telah menuntut penarikan pasukan pendudukan.