Senin 12 Oct 2020 08:24 WIB

Empat Cara Rasulullah Perlakukan Tawanan

Tawanan diperlakukan manusiawi, tak disiksa semena-mena, tak dicederai kehormatannya

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Rasulullah
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang hidup Rasulullah SAW saat menjadi Nabi dan memimpin Islam, tak terkira puluhan perang dihadapi. Tak jarang, usai memenangkan peperangan Nabi dan sahabat membawa pulang tawanan perang.

Meski mereka merupakan lawan dan musuh bagi umat Muslim, namun tawanan tersebut tidak pernah diperlakukan dengan buruk. Islam merupakan agama yang menghindari praktek kekerasan terhadap tawanan perang. Islam tidak pernah menyetujui praktek-praktek yang melanggar hukum.

Setelah perang Badar, contohnya, setidaknya ada 70 musyrik Quraisy yang berhasil ditawan umat Islam. Mereka diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa dengan semena-mena, dan tidak dicederai kehormatannya.

Dalam buku Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir, digambarkan Rasulullah SAW memperlakukan tawanannya dengan empat cara. Pertama, mengeksekusi mati tetapi hal ini sangat jarang sekali dilakukan. Dalam kasus tawanan perang Badar, hanya dua orang yang dieksekusi mati, sementara sebagian besar lainnya dilepaskan dengan atau tanpa syarat. Nadhr bin Harits dan Uqbah bin Abu Mu’aith adalah tawanan yang dibunuh karena kejahatan perangnya yang besar, bukan karena faktor balas dendam.

Perlakuan kedua yakni membebaskan dengan tebusan. Rasulullah SAW sangat memperhatikan kondisi ekonomi setiap tawanannya. Jumlah tebusannya pun bervariasi, tergantung harta yang dimiliki. Uang tebusan ini nantinya digunakan untuk keperluan umat Islam, bukan digunakan Rasul secara pribadi. Diantara tawanan yang dilepas dengan tebusan harta adalah Abu Wada’ah dan Zararah bin Umair (saudara Mus’ab bin Umair) dengan 4000 dirham, al-Abbas bin Abdul Muthalib dengan 100 uqiyah, dan Aqil bin Abu Thalib dengan 80 uqiyah.  

Ada pun tebusan yang diberikan bentuknya tidak harus selalu dengan uang atau harta. Beberapa kali terjadi barter atau tukar menukar dengan tawanan perang lainnya. Salah satu contohnya adalah kasus Abu Amr bin Abu Sufyan yang dilepaskan dengan syarat kaum musyrik juga melepaskan Sa’ad bin an-Nu’man bin Akal yang ditawan ketika umrah.

Ketiga, Rasulullah SAW setuju membebaskan tawanan perang dengan syarat mengajarkan baca-tulis. Rasul tahu dan menyadari jika tidak semua tawanannya memiliki harta benda yang melimpah. Karena itu, Rasulullah memiliki cara tersendiri untuk mengatasi persoalan itu.

Bagi tawanan yang bisa membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan jika mau mengajari umat Islam atau anak-anak Anshar tentang baca-tulis. Ibnu Abbas meriwayatkan, "Beberapa tawanan perang Badar ada yang memiliki uang untuk tebusan, maka Rasulullah menjadikan tebusannya dengan mengajar anak-anak Anshar".

Terakhir, tak jarang Rasulullah membebaskan tanpa syarat apapun. Keputusan itu dilakukan bukan atas kehendak sendiri, tetapi setelah didiskusikan dengan para sahabat. Rasulullah adalah orang yang mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan suatu hal.

Abul Ash bin Ar-Rabi, suami Sayyidah Zainab putri Rasulullah, adalah salah seorang tawanan perang yang dilepaskan tanpa uang tebusan. Pada saat itu, menantu Rasulullah itu belum masuk Islam dan ikut bertarung di barisan kaum musyrik Makkah ketika perang Badar.

Malang tak dapat ditolak, kaum musyrik kalah dalam perang dan ia tertawan. Sayyidah Zainab awalnya telah menebus Abul Ash dengan kalung hadiah dari ibundanya, Khadijah. Namun, Rasulullah memutuskan mengembalikan kalung itu dan membebaskan Abul Ash setelah bermusyawarah dengan para sahabatnya.

"Seandainya Al-Muth’im bin Adi (pembesar kaum Musyrik) masih hidup, kemudian ia berbicara kepadaku tentang para tawanan ini, pasti aku akan melepaskan mereka untuknya,” kata Rasulullah di hadapan tawanan perang Badar.

Al-Muth’im adalah salah seorang elit musyrik yang dihormati Rasulullah. Ia merupakan salah seorang yang ikut membatalkan perjanjian boikot yang dilancarkan kaum musyrik kepada Bani Hasyim.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement