REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti menyampaikan, Muhammadiyah tidak ada hubungan dan tidak ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan sejumlah organisasi Islam pada Selasa (13/10). Muhammadiyah lebih fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
"Dalam situasi sekarang, sebaiknya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar, termasuk demonstrasi," kata Mu'ti melalui pesan tertulis kepada Republika, Senin (12/10).
Ia mengatakan, aksi demonstrasi lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Dalam Islam diajarkan agar meninggalkan perbuatan yang lebih banyak mengandung mudharat dibandingkan manfaat. Dalam hukum Islam hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan di atas hal yang penting (muhim).
Muhammadiyah menghormati masyarakat yang demonstrasi. Menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD. Karena itu, bagi masyarakat yang berdemonstrasi hendaknya mematuhi undang-undang, tertib, dan menghindari kekerasan (vandalisme).
"Aparatur keamanan hendaknya memaksimalkan pendekatan persuasif dan humanis agar tidak terjadi clash antara masyarakat dengan aparat," ujarnya.
Mu'ti menegaskan, Muhammadiyah akan tetap bersikap kritis kepada kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hukum dan perundangan-undangan, terutama yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam. Akan tetapi, Muhammadiyah tidak akan melengserkan pemerintahan yang sah. Resikonya terlalu besar bagi rakyat dan masa depan bangsa.