REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Pangeran Mohammed bin Zayed al-Nahyan melakukan percakapan via telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (12/10). Mereka sepakat untuk melakukan pertemuan dalam waktu dekat.
“Kami membahas penguatan hubungan bilateral dan mengkaji prospek perdamaian dan kebutuhan stabilitas, kerja sama, dan pembangunan di kawasan,” kata al-Nahyan seperti dikutip media pemerintah UEA.
Menurut laporan Haaretz, Netanyahu mengatakan dia dan al-Nahyan setuju untuk segera melakukan pertemuan bilateral. Netanyahu pun menyebut negaranya siap menyambut delegasi UEA yang dijadwalkan berkunjung pada 20 Oktober mendatang. Menteri keuangan dan ekonomi UEA termasuk dalam delegasi tersebut.
Kunjungan delegasi UEA merupakan balasan atas lawatan delegasi Israel ke Abu Dhabi pada Agustus lalu. Dalam kunjungan nanti, perwakilan kedua negara bakal membahas kerja sama investasi, pengaturan penerbangan, dan pembukaan kedutaan di masing-masing negara.
Pada 6 Oktober lalu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed telah melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi di Berlin, Jerman. Pada kesempatan itu Sheikh Abdullah kembali membela keputusan negaranya melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Menurutnya, Timur Tengah bakal menyaksikan babak baru.
“Kami ingin mewujudkan perdamaian, kami ingin membangun perdamaian untuk kemakmuran di kawasan ini, kami ingin bekerja sama,” katanya dan menyebut keamanan, energi serta teknologi sebagai kemungkinan wilayah kerja sama dengan Israel.
Sheikh Abdullah pun menegaskan kembali dukungan UEA terhadap solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Sementara itu, Ashkenazi menyoroti pentingnya perjanjian normalisasi dengan UEA yang ditengahi AS. Dia berjanji melanjutkan pembicaraan untuk meningkatkan kerja sama dengan UEA. “Ini akan mendukung stabilitas di kawasan dan mungkin akan mengarah pada kesepakatan dan perjanjian lain di masa depan,” ujarnya.
Namun Ashkenazi menahan diri untuk tidak berkomentar tentang solusi dua negara yang didukung secara internasional. Pemerintah Israel diketahui masih menentang hal tersebut.