Selasa 13 Oct 2020 14:10 WIB

2019, Facebook Simpan 69 Juta Foto Pelecehan Seksual Anak

Facebook diminta tak terapkan enkripsi end-to-end demi perlindungan terhadap anak.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Facebook (ilustrasi). Enkripsi end-to-end yang akan diterapkan Facebook bisa menghambat penemuan kasus pelecehan seksual terhadap anak.
Foto: REUTERS
Facebook (ilustrasi). Enkripsi end-to-end yang akan diterapkan Facebook bisa menghambat penemuan kasus pelecehan seksual terhadap anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Amerika dan Inggris mendesak Facebook untuk tidak menerapkan enkripsi end-to-end di Facebook Messenger dan Instagram. Kebijakan enkripsi tersebut dianggap akan membahayakan perlindungan terhadap anak dari ancaman pedofil.

Temuan perusahaan teknologi asal AS mengenai 94 persen dari 69 juta foto pelecehan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke Pusat Nasional AS untuk Anak Hilang dan Tereksploitasi (NCMEC) ditemukan di Facebook pun kembali diangkat. Data tersebut berasal dari temuan pada 2019.

Baca Juga

Enkripsi end-to-end adalah pengaturan yang membuat pesan atau data yang dikirim hanya akan terlihat oleh orang yang saling berkirim pesan saja. Sistem ini sudah lama diterapkan di Whatsapp dan kini Facebook berencana akan menerapkan hal serupa di Direct Message Instagram dan aplikasi FB Messenger.

Facebook sebagai induk perusahaan berdalih ingin melindungi privasi pengguna, tetapi penegak hukum khawatir hal itu dapat menghambat upaya perlindungan anak-anak dari ancaman para pedofil. Para pejabat mengatakan, foto terbanyak dan terburuk dari pelecehan seksual terhadap anak berasal dari Facebook.

"Ada kekhawatiran bahwa jumlah gambar ilegal yang dilaporkan bisa turun drastis jika enkripsi end-to-end diterapkan,” kata Robert Jones, direktur National Crime Agency (NCA) yang bertanggung jawab menangani pelecehan seksual terhadap anak di Inggris.

NCA mengatakan, setidaknya ada 300 ribu anak berisiko mengalami ancaman pelecehan seksual di Inggris. Laporan tentang foto online yang dikumpulkan tahun lalu berhasil menciduk ribuan pedofil dan diperkirakan telah melindungi 6.000 anak.

"Model enkripsi end-to-end akan memperumit penyelidikan, forensik digital, melacak petunjuk intelijen yang memungkinkan kami mengidentifikasi korban dan melindungi mereka,” kata Jones seperti dikutip dari The Sun, Selasa (13/10).

Pemerintah Inggris bersama pejabat dari AS, Australia, Kanada, Selandia Baru, India, dan Jepang telah mendesak Facebook untuk mempertimbangkan kembali rencana enkripsi end-to-end nya. Mereka menyerukan lebih banyak tindakan keamanan publik dan penegakan hukum dalam mengakses konten.

Seorang juru bicara perusahaan Facebook mengatakan bahwa enkripsi end-to-end diperlukan untuk melindungi informasi pribadi pengguna.

"Di berbagai negara, pengguna lebih suka perpesanan terenkripsi end-to-end. Karena pesan mereka tetap aman dari peretas, penjahat, dan campur tangan asing,” kata juru bicara Facebook.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement