Rabu 14 Oct 2020 16:16 WIB

Puluhan Perahu Nelayan Rusak Akibat Banjir Bandang Garut

Kerugian akibat rusaknya puluhan perahu itu lebih dari Rp 500 juta.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Dwi Murdaningsih
Ratusan nelayan diparkirkan di Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Rabu (14/10). Para nelayan masih belum berani memarkirkan perahunya di muara Sungai Cilauteureun khawatir banjir bandang susulan.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ratusan nelayan diparkirkan di Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Rabu (14/10). Para nelayan masih belum berani memarkirkan perahunya di muara Sungai Cilauteureun khawatir banjir bandang susulan.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Sebanyak 35 unit perahu nelayan di Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, rusak usai terhempas banjir bandang yang terjadi pada Senin (12/10). Belasan perahu di antaranya terbawa air dan tenggelam di tengah laut.

Kepala Rukun Nelayan Santolo, Pudin Marjoko mengatakan, puluhan perahu yang rusak dan hilang itu adalah milik para nelayan yang tak pergi melaut saat kejadian banjir bandang. Perahu-perahu yang disandarkan di dermaga muara Sungai Cilautereun itu terbawa banjir bandang yang terjadi pada Senin pagi.

Baca Juga

"(sebanyak) 35 unit perahu rusak saat banjir bandang, 15 di antaranya hilang. Banyak juga yang rusak ringan, tapi bisa tertolong," kata dia, Rabu (14/10).

Ia memperkirakan, kerugian akibat rusaknya puluhan perahu itu lebih dari Rp 500 juta. Sebab, satu unit perahu beserta mesinnya memiliki nilai lebih dari Rp 50 juta.

Menurit dia, saat ini perahu-perahu nelayan banyak yang diparkirkan di bibir Pantai Santolo, yang notabene merupakan tempat wisata. Sebab, para nelayan masih khawatir terjadi banjir bandang susulan.

"Di sini biasa ada 700 perahu yang parkir. Sekarang parkir di pantai," kata dia.

Berdasarkan pantauan Republika, terdapat ratusan perahu yang berjajar terparkir di Pantai Santolo. Padahal, pantai itu digunakan untuk wisatawa para wisatawan.

Salah seorang nelayan, Gun Gun mengatakan, ketika kejadian banjir bandang dirinya baru pulang dari melaut. Ketika hendak memasuki muara dan menyandarkan perahunya, terlihat air dari sungai sangat deras. Karena itu, ia memilih tak memarkirkan perahunya di dermaga.

"Saya pulang itu jam 6 sampai sini. Lihat perahu kebawa air, saya ke pantai, karena gak akan mugkin bisa masuk ke muara. Air deras waktu itu," kata dia.

Menurut dia, ketika itu ketinggian air di muara lebih tinggi sekira 1-2 meter dari keadaan biasanya. Bahkan, air sungai masuk hingga dermaga. Beruntung, perahunya tak rusak ketika banjir bandang itu terjadi.

Ia mengatakan, banjir bandang itu memang biasa terjadi setiap 10 tahunan. Namun, lanjut dia, kali ini banjir bandang yang terjadi lebih besar dari kejadian 10 tahun silam.

"Tapi alhamdulillah perahu saya tak apa-apa," kata dia.

Salah seorang nelayan lainnya, Sula (45) mengatakan, perahunya juga terpaksa diparkiran di pantai. Sebab, ketika kejadian perahunya tak bisa masuk ke dermaga di muara sungai.

"Soalnya memang saat kejadian air deras dari muara. Jadi saya baru pulang juga tak berani ke muara," kata dia.

Menurut dia, diperlukan tenaga lebih untuk memarkirkan perahu di pantai. Sebab, perahu harus ditarik ke pasir agar tidak terbawa ombak laut. Ia menyebutkan, dibutuhkan 30 orang untuk memarkirkan perahu di laut.

Kendati berhasil diparkirkan di pantai, perahunya tetap mengalami sedikit kerusakan. Tali-tali perahunya ada yang terputus akibat menahan ombak yang ketika itu juga tinggi.

"Ya lumaya tali rusak, habis 1 juta-an," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement