REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Otoritas Palestina pada Rabu (14/10) mengecam rencana Israel untuk membangun lebih dari 2.000 rumah baru untuk pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki.
Rencana tersebut bertentangan dengan semua konvensi dan hukum internasional, ungkap Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Dalam sebuah pernyataan, Rudeineh mengatakan Israel terus membangun dan memperluas permukiman Yahudi di wilayah itu untuk "mencuri" tanah Palestina di bawah bungkamnya komunitas internasional dan "normalisasi tak berbalas".
Dia meminta komunitas internasional untuk lebih menekan Israel saat dia menyoroti bahwa pemerintahan Donald Trump di AS memberikan dukungan tanpa syarat untuk pendudukan Israel dan kegiatan ilegalnya. Otoritas Israel pada Rabu menyetujui pembangunan 2.166 rumah bagi pemukim baru di Tepi Barat yang diduduki, menurut harian TV7 Israel News.
Dalam beberapa pekan terakhir, para pemimpin pemukim Israel memprotes kegagalan Netanyahu untuk mendorong Dewan Tertinggi Perencanaan dan Pembangunan untuk menyetujui proyek permukiman, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional. Peace Now, sebuah gerakan non-pemerintah Israel, mengatakan lebih dari 650.000 pemukim Yahudi tinggal di 266 permukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki.
Persetujuan itu datang setelah Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani perjanjian normalisasi yang ditengahi AS dengan Israel pada 15 September di Gedung Putih, mengabaikan penolakan dari Palestina. Israel, sebagai gantinya, berjanji untuk menangguhkan rencana untuk mencaplok bagian Tepi Barat yang diduduki. Palestina mengecam perjanjian itu sebagai pengkhianatan perjuangan mereka melawan pendudukan Israel selama beberapa dekade.