REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) ke Pengadilan Negeri Tipikor Bandung. Lembaga antirasuah itu menyerahkan dua nama tersangka, termasuk eks dirut PT DI Budi Santoso, ke pengadilan tipikor Bandung.
"Hari ini tim JPU KPK melimpahkan berkas perkara terdakwa Budi Santoso dan terdakwa Irzal Rinaldo Zaini ke PN Tipikor Bandung," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (19/10).
Ali menjelaskan, kedua tersangka akan didakwa dalam perkara dugaan korupsi di PT DI dengan dugaan kerugian Negara sekitar Rp 202 Miliar dan 8,6 juta dolar Amerika Serikat (AS). Dia mengatakan, penahanan kedua terdakwa saat ini beralih dan menjadi kewenangan majelis hakim Tipikor.
Ali mengatakan, KPK selanjutnya menunggu penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan jadwal persidangan perdana. Lanjutnya, agenda persidangan itu adalah pembacaan surat dakwaan.
Dia mengatakan, keduanya digugat dengan dakwaan alternatif yaitu Pertama Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua yakni Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Saat ini KPK masih terus mengembangkan perkara ini dengan mengumpulkan alat bukti dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini," kata Ali lagi.
Kasus ini bermula pada awal 2008. Saat itu, Budi dan Irzal menggelar rapat bersama Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan. Rapat itu mengenai kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Dibahas juga mengenai biaya entertainment dan uang rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Selanjutnya, Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Selanjutnya, Budi memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra.
Sejak Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.
PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan PT DI kepada enam perusahaan mitra tersebut sekitar Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS.
Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang, baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar. Uang itu diterima pejabat di PT DI di antaranya tersangka BS, IRZ, Arie Wibowo dan Budiman Saleh.