REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai parlemen saat ini tidak lagi mampu menjadi lembaga yang menjalankan perannya dalam melakukan check and balances. Menurutnya, civil society atau gerakan mahasiswa masih sangat diperlukan saat ini sebagai pihak yang ikut mengontrol pemerintahan.
"Fungsi yang tidak jalan inilah yang menurut saya diambil alih oleh gerakan mahasiswa maupun gerakan buruh, gerakan-gerakan lain yang turut jalan bahkan pelajar gitu ya," kata Fadli dalam diskusi bertajuk 'Dari Reformasi di Korupsi ke Mosi Tidak Pecaya, Di Mana Partai Politik Kita?', Kamis (22/10).
Fadli menambahkan, apalagi kondisi saat ini parlemen dikuasai oleh koalisi pendukung pemerintah. Sementara oposisi kini menjadi minoritas di parlemen.
"Kalau sebelumnya kita masih melihat bahwa ada oposisi tetapi oposisinya juga tadinya mayoritas menjadi minoritas. Sekarang oposisi menjadi minoritas sehingga kamar legislatif itu tidak menjadi channel perjuangan rakyat," ujarnya.
Awalnya dirinya sempat meragukan bahwa gerakan mahasiswa dan buruh akan muncul kembali. Bahkan saking tidak adanya lagi gerakan mahasiswa yang kritis terhadap pemerintah, ketika itu dirinya sampai membuat sajak peluit kartu kuning. Hal itu berkaitan peristiwa seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang mengangkat kartu kuning di hadapan kuning ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah berpidato di Balairung UI Depok.
"Saking tidak adanya sehingga orang meniup peluit kartu kuning saja di Balairung UI itu menjadi sebuah berita yang seperti ada oase di tengah padang pasir," jelasnya.
Namun belakangan ini, ia melihat gerakan mahasiswa yang menolak omnibus law sebagai sebuah tonggak baru pergerakan mahasiswa. Menurutnya kemunculan kembali gerakan mahasiswa sebagai sebuah sinyal positif bagi demokrasi Indonesia.
"Jadi mereka ternyata aware terhadap apa yang terjadi dan awereness itu menurut saya tanda-tanda bagus bagi demokrasi," katanya.