Jumat 23 Oct 2020 16:02 WIB

Ternyata, Suku Maya Kuno Sudah Buat Filter Air Canggih

Suku Maya kuno sudah menggunakan sistem filter seperti dipakai zaman moderen.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Matahari terbit di belakang kuil Kukulkan di reruntuhan kota suku Maya di Chichen Itza, Meksiko
Foto: AP
Matahari terbit di belakang kuil Kukulkan di reruntuhan kota suku Maya di Chichen Itza, Meksiko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari University of Cincinnati, Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa suku Maya kuno di Tikal membuat filter air canggih menggunakan bahan alami yang mereka dapatkan dari jarak bermil-mil jauhnya. Ilmuwan menemukan bukti adanya sistem filter di waduk Corriental, sumber air minum penting bagi suku Maya kuno di tempat yang sekarang disebut Guatemala utara.

Sebuah tim multidisiplin dari antropolog UC, ahli geografi dan biologi mengidentifikasi kristal kuarsa dan zeolit yang diimpor bermil-mil dari kota. Kuarsa yang ditemukan di pasir kasar bersama dengan zeolit, senyawa kristal yang terdiri dari silikon dan aluminium, menciptakan saringan molekuler alami. Kedua mineral tersebut digunakan dalam penyaringan air modern.

Baca Juga

Kenneth Barnett Tankersley, profesor antropologi dan penulis utama studi mengatakan filter akan menghilangkan mikroba berbahaya, senyawa kaya nitrogen. Logam berat seperti merkuri dan racun lain dari air.

“Hal yang menarik adalah  sistem ini masih berlaku sampai sekarang dan Maya menemukannya lebih dari 2.000 tahun yang lalu," ujar Tankersley, dilansir Phys, Jumat (29/10).

Para peneliti dari Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan University of Cincinnati melacak zeolit dan kuarsa ke pegunungan curam di sekitar Bajo de Azúcar sekitar 18 mil timur laut Tikal. Mereka menggunakan analisis difraksi sinar-X untuk mengidentifikasi zeolit dan kristal kuarsa di sedimen reservoir.

Di Tikal, zeolit ditemukan secara eksklusif di reservoir Corriental. Bagi suku Maya kuno, menemukan  cara untuk mengumpulkan dan menyimpan air bersih sangatlah penting. Kota Tikal dan kota Maya lainnya dibangun di atas batu kapur berpori yang membuat akses air minum menjadi sulit diperoleh sepanjang tahun selama musim kemarau.

Nicholas Dunning, profesor geografi dan rekan penulis yang telah mempelajari peradaban kuno hampir sepanjang karirnya menemukan kemungkinan sumber kuarsa dan zeolit sekitar 10 tahun yang lalu saat melakukan penelitian lapangan di Guatemala.

"Itu adalah tufa vulkanik butiran kuarsa dan zeolit yang terekspos dan lapuk. Itu mengeluarkan air dengan laju yang baik. Para pekerja mengisi ulang botol air mereka dengan itu. Tempat itu terkenal secara lokal karena betapa bersih dan manis airnya,” kata Dunning.

Dunning mengambil sampel materi tersebut. Tim peneliti kemudian menentukan bahwa kuarsa dan zeolit sangat cocok dengan mineral yang ditemukan di Tikal. Asisten profesor penelitian University of Cincinnati, Christopher Carr, yang juga merupakan seorang ahli dalam pemetaan sistem informasi geografis melakukan pekerjaan pada proyek UC di Bajo de Azúcar dan Corriental.

Melalui pengamatan empiris yang sangat cerdas bahwa Maya kuno melihat bahan khusus ini dikaitkan dengan air bersih dan berusaha membawanya kembali. Suku Maya, diketahui memiliki tangki pengendapan dimana air akan dialirkan menuju waduk sebelum memasuki waduk. Airnya mungkin terlihat lebih bersih.

Dalam makalah terkait yang diterbitkan awal tahun ini di Scientificités Reports, tim peneliti University of Cincinnati menemukan bahwa beberapa waduk di Tikal akhirnya tercemar dengan tingkat racun merkuri. Ini kemungkinan berasal dari pigmen yang disebut cinnabar yang digunakan Maya pada dinding plester dan dalam penguburan seremonial.  Corriental tetap bebas dari kontaminan ini.

Profesor antropologi emeritus, Vernon Scarborough mengatakan sebagian besar penelitian tentang pengelolaan air kuno telah mencoba menjelaskan bagaimana peradaban melestarikan, mengumpulkan, atau mengalihkan air.

"Kualitas air yang dialirkan ke sumber yang dapat diminum tetap sulit untuk ditangani. Studi oleh tim UC kami ini telah membuka agenda penelitian dengan cara mengidentifikasi kualitas sumber air dan bagaimana hal itu bisa ditetapkan dan dipelihara,” jelas Scarborough.

Tentu saja, merekonstruksi kehidupan, kebiasaan, dan motivasi peradaban 1.000 tahun yang lalu itu rumit. Dunning mengatakan tidak memiliki bukti absolut, tetapi tim peneliti memiliki bukti tidak langsung yang kuat.

Ahli biologi dan rekan penulis David Lentz mengatakan sistem filtrasi akan melindungi Maya kuno dari cyanobacteria berbahaya dan racun lain yang mungkin membuat orang yang minum dari reservoir sakit. Suku Maya kuno diketahui menemukan bahwa bahan ini menghasilkan genangan air jernih.

Banyak orang selama ini memandang Suku Maya Kuno tidak memiliki kekuatan teknik atau teknologi yang sama di tempat-tempat seperti Yunani, Roma, India, atau Cina. Tetapi dalam hal pengelolaan air, penduduk Asli Amerika di Belahan Barat ini sudah ribuan tahun lebih maju.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement