REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk bisa mengakhiri pandemi Covid-19, anak-anak juga perlu mendapatkan vaksin seperti halnya orang dewasa. Akan tetapi, sebagian besar studi mengenai kandidat vaksin Covid-19 belum melibatkan partisipan dari kelompok anak.
Perusahaan farmasi Pfizer Inc menjadi salah satu pihak yang mulai menguji kandidat vaksin mereka pada anak. Pfizer telah mengantongi izin untuk menguji vaksin mereka pada anak-anak di Amerika Serikat pada pekan lalu. Usia termuda yang diperbolehkan berpartisipasi dalam studi ini adalah 12 tahun.
"Saya menyadari bahwa semakin banayk orang yang berpartisipasi dalam tes, semakin cepat mereka bisa menghadirkan vaksin, dan orang-orang bisa aman serta sehat," jelas remaja bernama Katelyn Evans, seperti dilansir AP.
Evans merupakan remaja berusia 16 tahun yang menjadi salah satu partisipan dalam studi Pfizer. Evans menjadi remaja pertama yang menerima suntikan vaksin dalam studi ini.
Hingga saat ini, sudah ada beberapa kandidat vaksin di dunia yang mencapai tahap final dalam berbagai studi yang melibatkan puluhan ribu orang dewasa sebagai partisipan. Ilmuwan berharap dalam beberapa bulan ke depan sudah bisa diketahui apakah kandidat-kandidat vaksin tersebut aman dan efektif untuk penggunaan secara luas.
Akan tetapi, banyak studi yang belum melibatkan kelompok usia anak sehingga kinerja kandidat-kandidat vaksin tersebut pada anak belum diketahui. Oleh karena itu, meski ada kandidat vaksin yang berhasil, vaksin tersebut kemungkinan tidak dapat direkomendasikan dan diberikan pada anak.
Bila anak tidak bisa mendapatkan vaksin, artinya ada kelompok tertentu dalam masyarakat yang belum bisa mendapatkan perlindungan dari risiko penularan Covid-19. Tentu hal ini dapat memicu kekhawatiran ketika nantinya sekolah-sekolah sudah kembali dibuka dan aktivitas sudah kembali normal.
"Masyarakat tidak memahami itu," ujar Dr Evan Anderson dari Emory University yang merupakan salah satu pendorong adanya pengujian vaksin Covid-19 pada anak.
Meski lebih banyak terjadi pada orang dewasa, anak juga memiliki risiko untuk tertular Covid-19. Sebagain dari pasien anak yang terkena Covid-19 juga bisa mengalami gejala berat dan bahkan meninggal dunia.
Tak hanya berdampak pada kesehatan diri sendiri, anak yang terkena Covid-19 juga bisa dengan mudah menularkan penyakit tersebut keapda orang lain. Studi menemukan bahwa anak-anak berusia di atas 10 tahun dapat menularkan Covid-19 dengan kemampuan yang sama seperti orang dewasa.
Presiden American Academy of Pediatric Dr Sara Goza menilai akan tidak adil bagi anak-anak bila mereka tidak bisa mendapatkan vaksin Covid-19 nantinya. Padahal, anak-anak juga turut terdampak oleh pandemi ini.
Selain Pfizer, pengujian vaksin Covid-19 pada anak masih terbilang sedikit. Beberapa yang juga sudah memulai pengujian pada anak adalah Sinovac dan Sinopharm di China. Keduanya telah membuka studi untuk menguji vaksin pada anak dengan usia paling muda tiga tahun.
Di Inggris, AstraZeneca juga memperbolehkan pengujian dosis kecil kandidat vaksin mereka pada anak-anak tertentu. Akan tetapi, AstraZeneca tak akan melakukan rekrutmen partisipan anak sebelum memiliki data keamanan yang cukup dari partisipan dewasa.
Moderna Inc, Johnson & Johnson, dan Novavax di Amerika juga berharap bisa segera melakukan penelitian pada anak di pengujung tahun ini.
"Bila kita mengimunisasi remaja dan berpotensi (mengimunisasi) anak yang lebih muda, kita akan dapat menjaga anak-anak itu dari terinfeksi. Kemudian mereka juag tidak membawa infeksi ke rumah mereka, ke orang tua dan kakek-nenek mereka," jelas Dr Robert Frenck dari Vaccine Research Center.