Selasa 27 Oct 2020 05:48 WIB

Tak Ada Kasus Baru COVID-19 di Melbourne

Pertama kali dalam empat bulan tak ada kasus baru COVID-19 di Melbourne

Red:
Pejalan kaki dengan memakai masker wajah melewati pameran fotografi luar ruangan tentang petugas kesehatan di Melbourne, Australia, Selasa (22/9). Pameran fotografi ini bertujuan untuk memberi penghargaan kepada orang-orang yang bekerja di Parkville Biomedical Precinct, yang merupakan rumah bagi beberapa peneliti medis, dokter, dan akademisi terkemuka dunia selama pandemi Covid-19. EPA-EFE/JAMES ROSS AUSTRALIA AND NEW ZEALAND OUT
Foto: EPA-EFE/JAMES ROSS AUSTRALIA AND NEW ZEALAND
Pejalan kaki dengan memakai masker wajah melewati pameran fotografi luar ruangan tentang petugas kesehatan di Melbourne, Australia, Selasa (22/9). Pameran fotografi ini bertujuan untuk memberi penghargaan kepada orang-orang yang bekerja di Parkville Biomedical Precinct, yang merupakan rumah bagi beberapa peneliti medis, dokter, dan akademisi terkemuka dunia selama pandemi Covid-19. EPA-EFE/JAMES ROSS AUSTRALIA AND NEW ZEALAND OUT

Negara bagian Victoria, Australia, hari Senin (26/10) melaporkan tidak ada kasus baru dan kematian akibat COVID-19. Ini merupakan yang pertama kalinya sejak 9 Juni lalu.

  • Untuk pertama kalinya sejak 9 Juni negara bagian Victoria tidak mengalami kasus baru COVID-19
  • Sekitar 2.100 uji COVID-19 dilakukan di wilayah Melbourne utara kemarin
  • Walikota Melbourne telah mendesak Menteri Utama Victoria untuk membuka kembali kegiatan bisnis

 

Departemen Kesehatan Victoria menyatakan jumlah rata-rata kasus baru untuk 14 hari di Melbourne telah menurun menjadi 3,6 kasus. Sejauh ini masih terdapat tujuh kasus "misterius".

Sementara untuk wilayah Victoria di luar Melbourne, jumlah rata-rata kasus baru kini tinggal 0,2 kasus.

Jeroen Weimar yang memimpin tes COVID-19 di Victoria mengatakan kemarin telah dilakukan 2.100 tes untuk wilayah Melbourne utara dan ratusan lainnya masih dalam proses pemeriksaan laboratorium.

Tes tersebut dilaksanakan setelah ditemukan adanya penyebaran baru pada dua sekolah di wilayah tersebut pekan lalu.

"Kami ingin memastikan tidak ada rantai transmisi lain di wilayah utara sehingga kami dapat memberikan lampu hijau bagi pelonggaran lebih lanjut," ujar Jeroen.

Walikota Melbourne Sally Capp secara terpisah telah mendesak Menteri Utama (Premier) Daniel Andrews untuk menerapkan rencana membuka kembali perekonomian ibukota Victoria ini.

"Kami membutuhkan kejelasan dan kepastian bagi para pengusaha yang mulai memiliki rasa optimisme," katanya.

Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt juga mengemukakan hal yang sama, agar Victoria tetap melaksanakan rencana pelonggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menkes Hunt mengatakan target jumah kasus baru di bawah 10 yang ditetapkan Pemerintah Federal serta di bawah lima kasus yang ditetapkan Pemerintah Victoria, semuanya telah tercapai saat ini.

"Jika mereka percaya pada sistem pelacakan kontak yang mereka lakukan, maka tak ada alasan lagi untuk tidak beranjak ke tahap berikutnya pada hari ini," katanya.

Laporan ekonomi terbaru yang dirilis hari ini menunjukkan peringkat Victoria jatuh dari urutan kedua menjadi yang ketiga dibandingkan dengan negara bagian lainnya.

Anjloknya belanja konsumen membuat Victoria turun dari posisi kedua menjadi yang kelima untuk kategori perdagangan ritel, sementara tingkat pengangguran pada kuartal ini mencapai 6,7 persen.

Tasmania, yang tidak mengalami kasus baru COVID-19 selama 75 hari, kini menjadi negara bagian dengan kinerja ekonomi terbaik selama tiga bulan berturut-turut.

Vaksin COVID-19 di Australia

 

Sementara itu, Pemerintah Federal mengatakan perlu waktu hingga 12 bulan untuk meluncurkan vaksinisasi virus corona di Australia, tergantung pada kandidat vaksin mana yang berhasil.

Menteri Perindustrian Karen Andrews mengatakan perusahaan medis CSL dan lembaga penelitian CSIRO telah diperlengkapi untuk segera membuat vaksin "berbasis protein" - seperti yang dikembangkan oleh University of Queensland.

CSL juga sedang dalam proses menyelaraskan kembali teknologi produksinya untuk membuat vaksin Oxford University-AstraZeneca dari pabriknya di Melbourne.

Vaksin tersebut secara teknis adalah vaksin berbasis non protein yang dikenal dengan "vektor virus". Tapi CSL mengatakan bisa memproduksinya di sini dan telah meningkatkan upaya untuk mewujudkannya.

Pemerintah Australia telah berkomitmen untuk membeli 26 juta dosis vaksin Oxford-AstraZeneca, yang dianggap sebagai pelopor pembuatan vaksin COVID-19.

Namun ada vaksin lain yang sedang diujicobakan oleh perusahaan farmasi termasuk Moderna, yang dikenal sebagai vaksin mRNA.

Menteri Karen Andrews menjelaskan bahwa pembuatan jenis vaksin ini di Australia akan membutuhkan waktu lebih lama.

"Saya berharap kita dapat melakukannya dala sembilan hingga 12 bulan," ujarnya.

Apa itu vaksin berbasis protein?

Vaksin berbasis protein adalah standar utama, menurut pakar penyakit menular Profesor Robert Booy dari Universitas Sydney.

"Vaksin berbasis protein telah digunakan selama beberapa dekade, dipercaya aman dan efektif untuk melindungi bayi dan anak-anak dari berbagai infeksi, termasuk infeksi bakteri," katanya kepada ABC.

Virus corona seperti virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 menyerang sel melalui "protein spike" sehingga salah satu cara untuk menghentikan virus ini yaitu dengan memblokir protein spike tersebut agar tak memasuki sel.

Vaksin berbasis protein melakukan pemblokiran dengan melatih tubuh manusia untuk memproduksi antibodi melawan protein spike virus corona sebelum dapat menginfeksi sel-sel sehat.

Vaksin yang dikembangkan Universitas Queensland didasarkan pada pendekatan teori seperti ini.

Apa itu vaksin berbasis non-protein?

Salah satu jenis vaksin non-protein yang paling menjanjikan adalah vaksin mRNA, kependekan dari "vaksin asam ribonukleat messenger".

Vaksin ini secara efektif membawa instruksi molekuler untuk membuat protein, sehingga tubuh seseorang dapat memproduksinya.

Idenya adalah tubuh kemudian akan memperlakukan protein ini sebagai bahan asing dan meningkatkan respons kekebalan dan, seperti vaksin berbasis protein, menghasilkan antibodi yang mengingat dan melawan virus jika tubuh menemukannya kembali.

Profesor Tony Cunningham, direktur Pusat Penelitian Virus Westmead Institute di Universitas Sydney, melukiskannya seperti upaya menghentikan kapal untuk berlabuh.

"Satu-satunya perbedaan yaitu vaksin berbasis protein diproduksi di luar tubuh dan disuntikkan ke dalamnya, sedangkan vaksin mRNA akan membuat tubuh kita memproduksi protein tersebut," jelasnya.

Kandidat vaksin terkemuka yang diproduksi oleh Institut Kesehatan Nasional AS dan Moderna didasarkan pada teknologi ini, yang telah memulai uji klinis fase ketiga.

Vaksin Moderna adalah bagian dari skema vaksin global COVAX, yang telah ditandatangani Australia.

Vaksin buatan Universitas Oxford secara teknis merupakan vaksin berbasis non-protein karena menggunakan strategi "vektor virus".

Meskipun vaksin mRNA sangat menarik, Profesor Booy memperingatkan vaksin jenis ini belum pernah berhasil diproduksi dan didistribusikan sebelumnya.

Dia mengatakan jenis vaksin lain lebih mungkin tersedia dan dikirimkan dengan aman sebagai pilihan pertama.

Menkes Greg Hunt juga menyatakan vaksin berbasis protein dapat diproduksi di Australia pada kuartal pertama tahun 2021.

Mengapa vaksin mRNA yang berbasis non-protein membutuhkan waktu lebih lama untuk diproduksi? Jawabannya sederhana: karena belum pernah diproduksi sebelumnya.

Artikel ini diproduksi oleh Farid M. Ibrahim untuk ABC Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement