REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Topan Molave yang bergerak cepat memaksa ribuan penduduk desa melarikan diri ke tempat yang aman di provinsi selatan ibu kota Filipina pada Senin (26/10). Kondisi itu membuat desa-desa banjir dan merobohkan atap.
Kemunculan topan itu membuat setidaknya 25.000 penduduk desa mengungsi dengan sekitar 20.000 berlindung di sekolah dan gedung pemerintah yang diubah menjadi pusat evakuasi. "Penduduk desa sekarang meminta untuk diselamatkan karena angin tiba-tiba yang meniup atap,” kata gubernur provinsi Oriental Mindoro, Humerlito Dolor.
Dolor mengatakan, hujan lebat semalam membanjiri desa-desa pertanian di provinsinya. Angin kencang menumbangkan pepohonan dan tiang listrik pada Senin pagi, sehingga mematikan aliran listrik.
Pihak berwenang membersihkan jalan dari pohon tumbang dan puing-puing di beberapa kota setelah topan berlalu. Lebih dari 1.800 pengemudi truk kargo, pekerja, dan penumpang terdampar di pelabuhan setelah penjaga pantai melarang kapal dan kapal feri menjelajahi lautan yang ganas.
Belum ada laporan tentang korban jiwa akibat Topan Molave. Pihak berwenang melaporkan setidaknya satu orang hilang dan tujuh lainnya diselamatkan setelah kapal pesiar tenggelam di lepas pantai provinsi Batangas di selatan Manila.
Topan tersebut memiliki kecepatan angin 125 kilometer per jam dan hembusan hingga 180 kilometer per jam dan bertiup ke arah barat dengan kecepatan 25 kilometer per jam. Molave diperkirakan mulai bertiup dari negara itu ke Laut China Selatan pada Senin.
Sekitar 20 topan dan badai setiap tahun melanda Filipina, dan kepulauan Asia Tenggara. Wilayah itu sangat sering berhadapan dengan gempa bumi dan letusan gunung berapi, menjadikannya salah satu negara paling rawan bencana di dunia.