REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta ketenangan dunia Muslim menyusul komentarnya yang menuai kecaman. Secara eksklusif kepada Aljazirah, ia menyatakan mengerti perasaan umat Islam yang kecewa dengan penerbitan kartun Nabi Muhammad, namun tidak membenarkan adanya kekerasan.
"Saya mengerti bahwa orang bisa dikejutkan oleh karikatur, tapi saya tidak akan pernah menerima bahwa kekerasan bisa dibenarkan," ujar Presiden seperti dikutip laman Deutsche Welle (DW), Ahad (1/11).
Macron memang membela sekularisme dan kebebasan berekspresi di Prancis. Namun dia mengatakan Islam sedang mengalami krisis di dunia ini beberapa waktu lalu. Hal itu ia katakan menyusul insiden pemenggalan seorang guru di Prancis setelah sang guru itu mempertontonkan kepada muridnya karikatur Nabi Muhammad.
Komentar Macron itu menuai banyak kritik di dunia Muslim khususnya. "Saya memahami perasaan yang timbul, saya menghormati mereka. Tetapi saya ingin Anda memahami peran yang saya miliki. Peran saya adalah menenangkan segalanya, seperti yang saya lakukan di sini, tetapi pada saat yang sama adalah melindungi hak-hak ini," ujar Macron.
Macron juga mengatakan,dirinya akan selalu membela kebebasan untuk berbicara, menulis, berpikir, menggambar. Menurutnya ini adalah panggilan kita untuk melindungi (kebebasan dan hak asasi manusia) dan juga untuk melindungi kedaulatan rakyat Prancis.
Prancis berada dalam krisis teror sejak majalah satire Charlie Hebdo menerbitkan lang kartun nabi dalam edisi baru-baru ini. Macron menekankan dalam wawancara bahwa kartun itu bukanlah karya negara Prancis. Dia mengatakan para pemimpin politik telah mendistorsi kebenaran yang membuat orang percaya bahwa pemerintah Prancis bertanggung jawab atas karikatur itu.
"Karikatur itu bukan proyek pemerintah, tapi muncul dari surat kabar bebas dan independen yang tidak berafiliasi dengan pemerintah," kata dia.
Dalam wawancara dengan Aljazirah yang merujuk pada kata-kata Islam tengah mengalami krisis, Macron mengatakan bahwa itu mengacu pada elemen ekstremis yang juga mengancam Muslim arus utama. "Apa yang ingin saya katakan sangat jelas bahwa saat ini ada orang di dunia yang memutarbalikkan Islam dan membunuh atas nama agama yang mereka klaim untuk dipertahankan. Mereka membantai," katanya.
"Hari ini ada kekerasan yang dilakukan oleh beberapa gerakan ekstremis dan individu atas nama Islam. Tentu ini menjadi masalah bagi Islam, karena Muslim adalah korban pertama. Lebih dari 80 persen korban terorisme adalah Muslim. Dan ini menjadi masalah kita semua," ujarnya menambahkan.
Dia dengan tegas membela sekularisme Prancis meski mengakui konsep itu sering disalahpahami. Dia mengatakan orang-orang sepenuhnya bebas untuk menjalankan agama mereka dan tidak peduli keyakinan mereka, mereka diperlakukan sama di Prancis.
Macron juga mengatakan para pemimpin agama dan politik yang gagal mengutuk kekerasan itu ikut bertanggung jawab mendorong serangan itu. Presiden juga menyerukan dukungan untuk mengutuk serangan di Prancis.
Macron juga membela rencananya untuk RUU demi memerangi ekstremisme Islam. Menurutnya, itu akan membantu membela komunitas Muslim di Prancis. Dia juga mengatakan undang-undang itu akan menargetkan orang-orang yang merujuk ke ekstremisme dan menjaga komunitas Muslim tetap terintegrasi dalam masyarakat Prancis.
"Kami akan mencegah anak-anak putus sekolah, kami akan mencegah pembiayaan yang terkait dengan kegiatan teroris. Dan yang terpenting, kami akan memastikan setiap orang apapun agamanya sepenuhnya menghormati hukum Republik Prancis," tegasnya.
Dalam upaya yang sama, dia mengatakan Prancis juga akan mereformasi kebijakan perumahan dan pendidikannya dan bekerja untuk memberdayakan mereka yang kehilangan haknya.
Dia meminta komunitas Islam untuk membantu memerangi momok kelompok-kelompok kekerasan dan ekstremis yang membajak Islam untuk melakukan tindakan tidak manusiawi, mengutip ISIS, Islamis di wilayah Sahel, Taliban, dan al Qaeda.