Selasa 03 Nov 2020 20:40 WIB

Jejak Mandiri Syariah Sebelum Melebur

Mandiri Syariah dimulai ketika Bank Mandiri jadi pemegang saham mayoritas BSB

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Gita Amanda
Seorang nasabah menunggu di ruang tunggu Bank Syariah Mandiri, Jakarta, (ilustrasi).
Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA
Seorang nasabah menunggu di ruang tunggu Bank Syariah Mandiri, Jakarta, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan Mandiri Syariah dimulai ketika Bank Mandiri menjadi pemegang saham mayoritas Bank Susila Bakti (BSB) pada 1999. Bank Mandiri merupakan hasil penggabungan empat bank yakni Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo.

Penggabungan menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999 ini membuat Mandiri jadi pemegang saham mayoritas BSB. Bank Mandiri kemudian melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.

Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998. UU ini memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).

Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999.

Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama BSB menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.

PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu mengintegrasikan  idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia.

Selama 21 tahun ini, Mandiri Syariah mencatatkan pencapaian sebagai bank dengan aset terbesar. Bank juga memiliki ekosistem digital terbaik dan membawa nilai-nilai modernitas, inklusivitas, dan digitalisasi. Ini menjadi modal penting untuk langkah baru Mandiri Syariah nanti bersama dengan dua bank syariah lain yang akan digabungkan.

Mandiri Syariah akan bergabung dengan dua anak usaha Bank BUMN lainnya, yakni BRI Syariah dan BNI Syariah. Bank Hasil Penggabungan akan memiliki modal dan aset yang kuat dari segi finansial, sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, maupun produk dan layanan keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabah sesuai dengan prinsip syariah.

Bank juga akan menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar secara global pada 2025. Total aset dari Bank Hasil Penggabungan akan mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun.

Komposisi pemegang saham pada Bank Hasil Penggabungan adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) 51,2 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) 25,0 persen, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4 persen, DPLK BRI- Saham Syariah 2 persen dan publik 4,4 persen.

Bank Hasil Penggabungan akan menghadirkan layanan dan solusi keuangan Syariah yang lengkap dalam satu atap untuk berbagai segmen nasabah dan berbagai kebutuhan dengan jaringan lebih dari 1.200 cabang dengan 1.700 jaringan ATM dan didukung oleh 20 ribu orang karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement