Rabu 04 Nov 2020 07:27 WIB

Cerita di Balik Bus Transjakarta yang Dipotong dan Dibakar

Warga Pakuan Regency protes bau karet dan logam menyengat dari lokasi kuburan bus.

Ratusan bus Transjakarta buatan Cina dibongkar menjadi besi tua di Kawasan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bus Transjakarta hasil pengadaan 2013 pada masa Gubernur Joko Widodo dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama itu kini dihancurkan.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Ratusan bus Transjakarta buatan Cina dibongkar menjadi besi tua di Kawasan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bus Transjakarta hasil pengadaan 2013 pada masa Gubernur Joko Widodo dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama itu kini dihancurkan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Shabrina Zakaria

Bau karet dan logam terbakar menyeruak di hidung Iman Hanafi (36 tahun), warga perumahan Pakuan Regency, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada awal Oktober 2020. Tidak hanya Iman, sejumlah tetangganya dari empat blok klaster perumahan juga merasakan bau menyengat yang sama.

Setelah merasakan bau yang tidak sedap selama sepekan lamanya, akhirnya Iman melaporkannya ke petugas pemerintah terdekat, yakni Kelurahan Margajaya. Setelah diselidiki dan ditelisik secara mandiri, bau karet dan logam terbakar itu rupanya berasal dari kuburan bus Transjakarta yang terletak di seberang Pakuan Regency.

Apalagi, lokasi tempat tinggal Iman berada tidak jauh dari kuburan bus, hanya dibatasi oleh Sungai Ciapus. Di dalam lahan kosong seluas dua hektare yang menjadi 'kuburan bus' tersebut, para pekerja sedang melakukan pemotongan 300 'bangkai' bus Transjakarta yang merupakan hasil tender Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI pada 2013.

Dengan banyaknya asap dan bau menyengat, Imam hanya bisa menduga-duga apa yang sedang dibakar oleh para pekerja. “Polusinya itu memang sampai ke tempat kami. Saya nggak tahu ya itu bakaran atau memang asap dari lasnya,” kata Iman saat ditemu Republika, Selasa (3/11).

Iman mengaku, hanya sesekali melihat adanya asap tipis yang keluar dari area lahan kosong di samping SPBU Pertamina tersebut. Namun, dia menegaskan, bau yang ia dan tetangganya kerap hirup, terutama saat angin kencang berembus, merupakan bau yang berasal dari karet dan logam yang dibakar.

Setelah melapor ke Lurah Margajaya Yudi M Somiki, menurut Iman, keluhan warga tersebut diteruskan ke Camat Dramaga Ivan Pramudia melalui kepala Desa Dramaga, Yayat. Ivan pun merespon dan bergerak menuju lokasi pemotongan bus bersama dengan jajarannya.

Saat mendatangi lokasi untuk melihat aktivitas para pekerja, Ivan dan petugas kecamatan hanya menemui sejumlah pekerja yang sibuk memotong dan membelah bodi bus yang sudah lapuk dan berkarat. Sayangnya, di antara mereka tidak ada yang mengaku sebagai penanggung jawab atau mandor.

Ivan mengaku, hanya mendapatkan informasi jika pekerjaan yang dilakukan para pekerja sudah sesuai aturan. Maksudnya mereka diperintahkan untuk menghancurkan bus yang merupakan hasil lelang, yang dimenangkan oleh pengepul asal Kota Surabaya, Jawa Timur.

Hanya saja, kata dia, pekerja tidak mau memberikan nama pemenang lelang bus Transjakarta. “Terus terang mereka tidak pernah lapor ke kita. Dari 2018 tidak ada laporan. Kita taunya dari teman-teman media kalau bus-bus itu,” ujar Ivan ketika ditanya mengenai pekerjaan pemotongan bus yang diparkir di daerahnya sejak dua tahun lalu itu.

Ivan akhirnya meminta para pekerja tersebut untuk memperbaiki proses pemotongan bus. Jika memang benar dilakukan pembakaran, dia meminta para pekerja untuk mengaturnya supaya asapnya tidak berdampak ke warga sekitar. Apalagi, di depan lahan kosong itu beroperasi Rumah Sakit Karya Bhakti Pratiwi, yang merawat pasien.

Beruntung, Iwan setelah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kuburan bus, warga tidak lagi melihat asap yang membumbung maupun bau bekas bakaran. Meski begitu, pekerja saat ini fokus memotong bodi bus untuk dilebur.

Pada Selasa pagi, pantauan Republika di lokasi, di pintu depan yang menjadi akses masuk dipasang seng dengan keterangan di sebuah papan bertuliskan ‘Lokasi Ini di Bawah Pengawasan Advokat Lumbang Tobing dan Rekan'. Ketika Republika masuk ke dalamnya, ratusan bus Transjakarta berjejer tidak aturan.

Banyak ditemukan potongan besi, mesin, ban, dan pecahan kaca berserakan di tanah yang becek. Bodi bus juga sebagian terlihat gosong, seperti sisa terbakar. Sejumlah pekerja terlihat membongkar atau membelah bangkai bus. Beberapa pekerja memotong bus dengan mesin las berbahan bakar gas elpiji, ada juga yang sedang membersihkan tanaman liar.

Salah seorang mandor berinisial R dan ratusan pekerjanya telah bermalam tinggal di dalam bus tersebut selama kurang lebih sepekan lamanya. Hal tersebut terbukti dari adanya jemuran pakaian yang digantung di antara bus yang belum dikerjakan.

Di dalam beberapa bus buatan pabrikan China itu juga tampak selimut, bantal, serta pakaian bekas pakai yang tampak berantakan. “Maklum, kita mah gembel tidur di mana aja,” tutur R menceritakan aktivitas pekerjaannya.

Hingga akhir tahun ini, R mengaku, ditargetkan bosnya untuk menyelesaikan penghancuran sekitar 222 unit bus kecil. Sementara bus-bus besar sisanya, dikerjakan oleh pekerja lain yang besinya nanti dibawa ke Kota Surabaya. Setiap satu unit bus, kata R, biasanya dikerjakan oleh empat orang pekerja.

Untuk membelah bagian-bagian bus ini, dibutuhkan 300 tabung oksigen dengan bahan bakar gas elpiji. Dalam sehari, dibutuhkan setidaknya 40 tabung gas seberat 12 kilogram. Saat ini, sejumlah potongan besi bus yang sudah dibelah sudah dibawa ke tempat peleburan di Jalan Raya Bekasi, Cakung, Jakarta timur.

“Nanti kita kerjakan sampai ujung sana,” tutupnya sambil menunjuk ke deretan bus di ujung lahan kosong

Satpol PP Kecamatan Dramaga juga meninjau ke lokasi pada Rabu pagi. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum Satpol PP Dramaga, Ahmad Jayadi turun bersama timnya untuk melakukan sidak guna memastikan apa yang dilihatnya sesuai dengan keluhan warga sekitar.

Sama seperti Camat Ivan, Jayadi yang ke lokasi area kuburan bus hanya ditemui pekerja. Mereka pun mayoritas memilih bungkam tidak mau memberi keterangan apa pun kepada Satpol PP.

“Orang-orangnya nggak ada yang tanggung jawab di sana. Jadi ditanya siapa penanggungjawabnya, pada nggak ngaku, pada takut,” kata Jayadi yang mengunjungi lokasi sekitar pukul 09.30 WIB.

Berdasarkan pantauan Jayadi, tidak terlihat adanya bus baru di lokasi pemotongan. Meski begitu, ia melihat sejumlah truk besar yang mengangkut besi potongan bus. Sehingga, Jayadi meminta para pekerja untuk berkoordinasi dengan pihak Kecamatan, Polsek, dan Koramil Dramaga jika memang melakukan kegiatan dalam skala besar.

Kemudian pihak pekerja mengiyakan anjuran Jayadi dan para petugas. Jayadi mengaku, tidak mengetahu mengapa bus Transjakarta itu harus dipotong dan bentuk potongannya berbeda antara bus besar dan kecil. 

Nggak tahu juga kalau ada pekerjaan baru, nggak keliatan. Banyak berantakan emang udah dipotong-potong, jadi yang baru yang mana nggak kelihatan. Sama semua,” tutur Jayadi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement