REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengklaim bahwa tentara Armenia telah mengaku kalah dalam konflik di wilayah Nagorno-Karabakh. Dengan demikian, Azerbaijan memenangkan pertempuran.
"Kami memiliki persenjataan modern dan semangat juang yang tinggi. Kami menunjukkan siapa yang dan membuktikan bahwa 'tentara tak terkalahkan' Armenia adalah mitos. Mereka telah mengakui kekalahan. Ini adalah pengakuan atas kekalahan militer mereka dan kemenangan kami," kata Aliyev melalui akun Twitter pribadinya pada Rabu (4/11), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia mengatakan dengan menyerang warga sipil di berbagai bagian negaranya, Armenia bermaksud menyebarkan kekacauan dan kepanikan di Azerbaijan. "Tapi mereka salah memperhitungkan semangat rakyat Azerbaijan. Terlepas dari kehilangan kami, ia gagal mematahkan kemauan kami. Sebaliknya justru membuat kami lebih kuat," ujarnya.
Azerbaijan telah merilis kerugian yang disebabkan oleh konflik dengan Armenia. Hingga Rabu, setidaknya 90 warga sipil telah dilaporkan tewas, termasuk 11 anak-anak. Sebanyak 405 lainnya mengalami luka-luka. Sekitar 2.700 rumah dan 98 bangunan hunian multi-apartemen telah hancur dan 500 fasilitas sipil juga rusak.
Namun, Azerbaijan telah merebut lebih dari 200 desa dan permukiman yang sebelumnya diduduki militer Armenia. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet telah memperingatkan tentang potensi terjadinya kejahatan perang dalam konflik Armenia dengan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh. Hal itu karena terdapat serangan yang turut menghancurkan permukiman sipil.
"Pihak-pihak dalam konflik berkewajiban untuk secara efektif, segera, menyeluruh, dan tidak memihak menyelidiki pelanggaran tersebut dan untuk menuntut mereka yang diduga telah melakukannya," kata Bachelet pada Senin (2/11).
Bachelet mengatakan serangan yang dilakukan tanpa pandang bulu terhadap daerah padat penduduk di dalam dan sekitar zona konflik Nagorno-Karabakh bertentangan dengan hukum humaniter internasional. "Hukum humaniter internasional tidak bisa lebih jelas lagi," ucapnya.
Pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh telah berlangsung sejak 27 September lalu. Konflik kedua negara di wilayah itu sebenarnya telah berlangsung sejak awal dekade 1990-an. Persengketaan wilayah mulai muncul setelah Uni Soviet runtuh. Dari 1991-1994, pertempuran kedua negara diperkirakan menyebabkan 30 ribu orang tewas.
Pada 1992, The Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) membentuk Minsk Group yang diketuai bersama oleh Rusia, Amerika Serikat (AS), dan Prancis. Tugas mereka adalah memediasi dan menemukan solusi untuk menyelesaikan konflik Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Namun, belum ada hasil signifikan yang dapat mengakhiri peperangan antara kedua negara tersebut.