Kamis 05 Nov 2020 16:28 WIB

Pengangguran di Jabar Bertambah 600 Ribu Jadi 2,53 Juta Jiwa

pandemi telah memicu kenaikan angka pengangguran hingga 10,46 persen

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja membuat kue kering di pabrik Ina Cookies, Bandung, Jawa Barat, Senin (28/5).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja membuat kue kering di pabrik Ina Cookies, Bandung, Jawa Barat, Senin (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Angka penganguran selama pandemik Covid-19 meningkat di Indonesia, begitu juga di Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat (Jabar) Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 24,21 juta orang. Angkanya naik 0,22 juta orang dibanding Agustus 2019.

Untuk Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami penurunan sebesar 0,46 persen poin dari 64,99 persen pada Agustus 2019 menjadi 64,53 persen pada Agustus 2020.

Namun, dari jumlah angkatan kerja tersebut, saat ini terdapat sekitar 2,53 juta angka pengangguran pada Agustus 2020."Angka ini naik 0,60 juta atau sekitar 600 ribu," ujar Kepala BPS Jabar Dyah Anugrah dalam konferensi pers, Kamis (5/11).

Dyah mengatakan, presentase angka pengangguran dibandingkan jumlah angkatan kerja pada 2019 sebenarnya sempat turun. Yakni, pada 2018 angkanya mencapai 8,23 persen, kemudian berkurang menjadi 8,04 persen. 

Namun, kata dia, dengan adanya pandemik angka pengangguran di perkotaan dan pedesaan meningkat tajam hinga 10,46 persen "Dibandingkan dengan setahun yang lalu, TPT Perkotaan mengalami kenaikan 2,98 persen poin," katanya.

Selain itu, kata dia, BPS juga mencatat dari jumlah tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jabar mayoritas masih dihuni lulusan dari sekolah menengah kejuruan (SMK).  Pada Agustus 2020 TPT terendah sebesar 5,68 persen pada penduduk berpendidikan SD ke bawah, sementara TPT tertinggi sebesar 18,75 persen pada jenjang pendidikan SMK.

Selain pengangguran, kata dia, perlu diperhatikan seberapa besar pekerjaan yang hilang akibat pandemik. Komponen dari dampak Covid-19 terhadap pasar kerja yang  berupa pengurangan jam kerja (working hour losses) mulai dari pengangguran, mereka yang sementara tidak bekerja karena pandemik, atau penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja (shorter hours) karena Covid-19.

Sebelumnya, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Taufik Garsadi menuturkan, berdasarkan data yang dihimpun hingga 20 Oktober 2020, setidaknya ada 1.983 perusahaan yang terdampak karena wabah yang sudah ada sejak Februari ini. Dari total ini jumlah pekerja yang ikut merasakan dampaknya mencapai 111.985 orang."Ini baru data terakhir saja. Tapi masih banyak perusahaan yang belum melaporkan atau masih dalam proses pelaporan," katanya.

Menurutnya, saat ini ada 19.089 pekerja yang telah terkena PHK, yang terdiri dari 460 perusahaan. Sedangkan yang dirumahkan angkanya mencapai 80.138 pekerja dari 983 perusahaan."Jadi total yang di-PHK dan dirumahkan sejauh ini terdata ada 99.227 orang," kata Taufik.

Saat ini jumlah rinci data terbaru di November memang belum ada. Disnaker di 27 kabupaten/kota masih melakukan pendataan dan mengkonfimasi bersamaan dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Taufik mengatakan, industri yang paling banyak melakukan PHK ada di sektor tekstil dan produk teksil mencapai 54, 15 persen. Peringkat kedua sektor industri yang paling banyak mem-PHK adalah manufaktur 23,80 persen.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement