Sabtu 07 Nov 2020 02:49 WIB

Riset UI: Masyarakat Kurangi Konsumsi Saat Pandemi

Pemerintah perlu tambah stimulus sektor yang masyarakat hindari saat pandemi.

 Seorang perempuan turun dari becak di sebuah pasar di Depok, Jawa Barat, 06 November 2020. Indonesia mengalami resesi pertama kali dalam 22 tahun akibat pandemi COVID-19. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian negara itu mengalami kontraksi 3,49 persen pada kuartal ketiga tahun 2020.
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Seorang perempuan turun dari becak di sebuah pasar di Depok, Jawa Barat, 06 November 2020. Indonesia mengalami resesi pertama kali dalam 22 tahun akibat pandemi COVID-19. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian negara itu mengalami kontraksi 3,49 persen pada kuartal ketiga tahun 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Tim riset Cluster Innovation and Governance (CIGO) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) meneliti dampak Covid-19 terhadap sikap masyarakat dalam polarisasi antara pandemi dan resesi. Tim termasuk melihat minat beli masyarakat terhadap beberapa sektor di masa pandemi.

"Penelitian yang bekerja sama dengan Tanoto Foundation ini menghasilkan strategi dan rekomendasi kebijakan untuk menekan krisis kesehatan dan krisis ekonomi di Indonesia akibat Covid-19," kata Ketua CIGO FIA UI Eko Sakapurnama dalam keterangannya di Depok, Jawa Barat, Jumat (6/11).

Baca Juga

Tim peneliti terdiri dari Eko Sakapurnama, Nurul Safitri, Umar F Achmadi, Faris Bagus Pradana dan Bunga Tiana. Penelitian dilakukan terhadap 772 responden di wilayah Jabodetabek, dengan periode pengambilan data pada 14-30 September 2020.

Eko Sakapurnama yang juga dosen riset senior CIGO FIA UI mengatakan bahwa masyarakat cenderung mengurangi konsumsi di saat pandemi khususnya pada barang sekunder dan tersier, sehingga otomatis perputaran ekonomi tersendat. Responden cenderung menahan konsumsi pada sektor perjalanan (traveling) dan transportasi.

Sektor aviasi (domestik maupun internasional), otomotif serta produk perhiasan menjadi produk yang paling tidak diminati oleh responden. Sedangkan sektor belanja makanan dan bahan makanan menjadi sektor yang paling diminati oleh konsumen.

Pada kajian ini diperoleh insight pula bahwa sebanyak 21 persen atau 150 responden meyakini Covid-19 merupakan konspirasi elit global. Mayoritas responden yang menyatakan hal tersebut adalah berasal dari Bogor dan DKI Jakarta, yaitu sebesar 24,1 persen dan 22,5 persen.

Responden yang masih meyakini isu ini memiliki karakteristik berpendidikan SMP-SMA, memiliki pengeluaran di bawah 2,5 juta per bulan, dan mayoritas berusia 25-40 tahun.

Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa responden yang mempercayai Covid-19 adalah konspirasi elit global, mayoritas memiliki persepsi bahwa virus ini hanya berbahaya untuk masyarakat lansia dan masyarakat dengan komorbid (penyakit penyerta). Lebih lanjut dia mengatakan meskipun responden memiliki persepsi untuk mematuhi prosedur kesehatan, namun sebanyak 18,8 persen atau 145 responden sering menggunakan masker dengan tidak benar.

Tim periset CIGO FIA UI merekomendasikan agar pemerintah dapat terus melakukan edukasi secara lebih seksama melalui berbagai kanal (multimedia), dan dialog bersama tokoh masyarakat/ulama/pimpinan wilayah lokal (lurah, kader posyandu, puskesmas, RT/RW) agar masyarakat meyakini eksistensi dan risiko Covid-19 terhadap kesehatan.

"Kebijakan promotif dan preventif kesehatan perlu ditingkatkan. Penegakan hukum juga perlu lebih ketat agar terbentuk budaya disiplin terkait protokol kesehatan Covid-19, baik oleh masyarakat maupun pelaku usaha," katanya.

Eko juga merekomendasikan agar pemerintah mengintensifkan kebijakan surveilans yaitu tracing, testing dan treatment, mengingat kasus penularan harian Covid-19 di Indonesia terus meningkat meskipun PSBB total jilid 2 di DKI Jakarta sudah diterapkan. Kebijakan surveilans dapat diintensifkan dengan menggunakan segenap ASN kesehatan dan membuka tenaga relawan lulusan kesehatan masyarakat, ilmu keperawatan maupun kedokteran.

Dalam menekan dampak resesi akibat Covid-19, Eko dan tim merekomendasikan pemerintah perlu memberikan kebijakan stimulus ekonomi agar sub sektor industri aviasi dan sub sektor otomotif dapat terjaga keberlangsungan bisnisnya. Selain itu, pelaku bisnis di sektor ini juga harus melakukan berbagai inovasi dan pivot bisnis (pengembangan model bisnis) agar dapat melakukan strategi bertahan atau survival mode sampai dengan ekonomi normal kembali.

"Pada penelitian ini tampak preferensi konsumsi masyarakat ada pada sektor makanan dan bahan makanan merupakan tertinggi, sehingga kebijakan terkait food estate sudah tepat dan perlu diimplementasikan secara konkret agar dapat menghasilkan ketahanan pangan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement