REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebagai seorang Muslim kelahiran Prancis, Elyazid Benferhat muak ketika dia mendengar tentang serangan mematikan di sebuah gereja di Nice. Serangan itu dicap oleh pihak berwenang Prancis sebagai salah satu serangan ekstremis Islamis. Mendengar itu, Benferhat memutuskan untuk bertindak.
Seorang pria yang menggambarkan dirinya perdamaian dan pragmatisme, Benferhat dan seorang temannya mengumpulkan sekelompok pemuda Muslim untuk berjaga di luar katedral kota mereka selama liburan akhir pekan All Saints. Mereka secara simbolis melindunginya dan menunjukkan solidaritas bersama pengunjung gereja Katolik.
Umat di gereja abad ke-13 di kota selatan Lodeve itu sangat tersentuh oleh aksi pemuda Muslim. Pastor mengatakan sikap mereka memberinya harapan di saat kekacauan.
Benferhat berbicara dengan aksen Prancis selatan yang khas, mengaku dirinya sebagai orang yang lebih Prancis dari apapun. Sementara ibunya lahir di Aljazair, dia lahir di Prancis dan hanya bisa berbicara bahasa Prancis.
"Tapi saya juga Muslim dan kami telah melihat Islamofobia di negara ini dan terorisme," katanya kepada The Associated Press, dilansir dari Alarabiya, Sabtu (7/11).
"Dalam beberapa tahun terakhir, saya merasa kesal, karena setiap kali kekerasan ekstremis Islam melanda Prancis, Muslim Prancis menghadapi stigmatisasi baru, meskipun kami tidak ada hubungannya dengan itu," kata Benferhat.
Dia menyebut pemenggalan kepala seorang guru di dekat Paris bulan lalu karena guru itu menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya untuk sebuah debat tentang kebebasan berekspresi. Sebuah tindakan kekejaman yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Kemudian ketika tiga orang terbunuh pada Kamis lalu di Notre Dame Basilica di Nice, Benferhat mengatakan dia sangat muak sehingga dia ingin melakukan sesuatu agar semua orang bangun.
Benferhat yang bekerja untuk perusahaan minyak Prancis Total dan pelatih di klub sepak bola lokal, berbicara dengan seorang teman Muslim yang berada di Nice hari itu. Kemudian mereka mendapat ide menjaga gereja.
"Kami perlu melakukan sesuatu selain memberi penghormatan kepada para korban, kami akan melindungi gereja,” katanya.
Mereka merekrut relawan di antara teman-teman mereka dan di klub sepak bolanya. Malam itu mereka menjaga gereja dan menjaga Misa Minggu.
Dia mengatakan mereka juga berkoordinasi dengan polisi setempat, setelah pemerintah Prancis berjanji untuk meningkatkan keamanan di situs-situs keagamaan yang sensitif. "Sangat bagus, orang-orang muda ini yang menentang kekerasan," kata Pendeta Luis Iniguez kepada AP.
Ketika sebuah surat kabar lokal menerbitkan foto umat berpose dengan penjaga Muslim, Iniguez menggantungkannya di dalam katedral Gotik, yang berfungsi sebagai jangkar bagi kehidupan kota. Orang-orang senang melihat itu, terutama di tengah kekhawatiran baru-baru ini tentang ketegangan antara Prancis dan dunia Muslim, sementara ketakutan akan virus corona masih berlanjut.
Setelah aksi para pemuda Muslim, sikap kota kecil itu menarik perhatian nasional. Meski demikian ada yang mencacinya. Tapi Benferhat menanggapinya dengan 90 persen positif.
Kelompoknya sedang mempertimbangkan bagaimana membawa gagasan itu ke depan, dan ingin melakukannya lagi untuk Natal. Mereka berharap kota-kota lain mengikuti jejak Lodeve. Tetapi untuk saat ini semua layanan keagamaan di Prancis dilarang setidaknya hingga 1 Desember akibat pandemi Covid-19.
"Apapun yang dilakukan selanjutnya, itu akan datang dari hati (ikhlas)," kata Benferhat.