REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Jejak pendapat yang baru-baru ini dilakukan Institut Opini Publik Prancis (IFOP) telah menemukan bahwa lebih dari separuh Muslim Prancis berusia di bawah 25 tahun meyakini hukum syariah lebih penting daripada hukum nasional Prancis.
Seperti dilansir Sputniknews pada Sabtu (7/11), IFOP mendapati 57 persen dari sampelnya yaini Muslim Prancis berusia di bawah 25 tahun menempatkan hukum syariah di atas hukum Republik Prancis.
Jumlah itu meningkat sebesar 10 persen dibandingkan hasil jejak pendapat pada 2016. Untuk perbandingan dengan komunitas umat Katolik, hanya 15 persen saja dari umat Katolik Prancis yang meyakini aturan agama harus didahulukan dari hukum negara. IFOP juga menemukan, Muslim yang berusia muda tampak lebih religius daripada Muslim pada umumnya.
Sementara itu, dua pertiga atau 66 persen Muslim Prancis menyatakan penolakan terhadap guru yang menunjukkan karikatur tokoh agama pada murid-muridnya. Sedangkan sebesar 80 persen umat Katolik Prancis mendukung hak guru untuk menunjukkan karikatur tokoh agama pada murid-muridnya.
Umat Muslim dan Katolik Prancis juga memiliki pandangan berbeda tentang waktu yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki di kolam renang umum. Sebanyak 81 persen Muslim dan 20 persen Katolik mendukung gagasan tersebut.
Selain itu sebanyak 82 persen Muslim juga menyatakan dukungannya untuk studi bahasa Arab di sekolah, sementara hanya 18 persen saja dari umat Katolik yang setuju dengan gagasan itu.
IFOP juga mencatat hanya 34 persen Muslim yang mendukung pembubaran Collectif Contre Islamofobie en France (CCIF) dan Baraka City yakni sebuah LSM dan badan amal yang dibubarkan Pemerintah melalui Keputusan Presiden karena diduga dekat dengan lingkaran Islamis radikal dan salafi.
Sebelum dibubarkan Baraka City mengenalkan dirinya sebagai asosiasi kemanusiaan dan amal berdasarkan nilai-nilai Islam yang bertujuan membantu Muslim baik di Prancis maupun luar negeri. Dari yang disurvei itu, sebanyak 76 persen dari responden yang disurvei mendukung pelarangan Baraka City, sedang 65 persen mendukung pembubaran CCIF.
Survei dilakukan terhadap 2.034 responden berusia di atas 15 tahun termasuk 515 Muslim dan 1000 Katolik. Prancis sendiri mempunyai sekitar 5,7 juta Muslim yang membentuk 9 persen dari total populasi di negara itu.
"Survei tersebut menegaskan apa yang sudah kami ketahui, bahwa tuntutan akan status tertentu dengan hak-hak tertentu berkembang pesat di kalangan Muslim Prancis, terutama di kalangan anak muda yang menyukai model komunitarian. Hasil itu menunjukan bahwa institusi Prancis termasuk sekolah berjuang untuk menegaskan kualitas sekulerisme dalam hal perdamaian sipil, kebebasan kolektif dan emansipasi individu," kata Jean Pierre Sakoun yang menjabat Presiden Komite Republik Sekuler menanggapi hasil jejak pendapat itu.