REPUBLIKA.CO.ID, BASRA— Unjuk rasa di Basra yang berujung rusuh telah menyebabkan sedikitnya satu pengunjuk rasa anti pemerintah meninggal akibat peluruh timah dari pihak keamanan Irak dan sedikitnya 40 orang lain luka di Basra, kota wilayah selatan, pada Jumat (7/11), kata sumber keamanan dan pejabat hak asasi.
Peristiwa itu merupakan pembunuhan pertama terhadap seorang pemrotes oleh pasukan keamanan di Basra sejak Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi menjabat pada Mei lalu.
Kementerian dalam negeri Irak mengonfirmasi kematian itu tapi mengatakan bahwa pasukan keamanan Irak tak diperbolehkan menggunakan senjata menghadapi demonstran dan pihaknya sedang menyelidiki peristiwa itu.
Pergolakan mematikan jarang terjadi sejak protes menentang elite penguasa Irak dan menuntut lapangan kerja dan layanan sangat berkurang awal tahun ini.
Selama beberapa bulan protes anti pemerintah yang meletus di bawah PM Adel Abdul Mahdi pada Oktober 2019, lebih dari 500 orang terbunuh, sebagian besar demonstran muda tak bersenjata.
Sumber keamanan Basra dan pejabat HAM mengatakan beberapa lusin pemrotes turun ke jalan-jalan di pusat minyak wilayah selatan negara itu pada Jumat menuntut pekerjaan dan jasa mendasar.
Mereka marah bahwa Kadhimi secara umum gagal mengatasi dua masalah itu dan kamp-kamp protes telah dibersihkan oleh pasukan keamanan di Basra dan Baghdad, kata pejabat HAM.
Kadhimi, yang mengunjungi Basra pada Kamis untuk melihat-lihat proyek energi dan bertemu pejabat provinsi, berjanji melindungi pemrotes Irak tanpa kekerasan dan memberikan keadilan bagi keluarga mereka yang terbunuh tahun lalu oleh pasukan keamanan dan orang bersenjata yang tak dikenal.
Pasukan keamanan di Baghdad bulan lalu diperintahkan tak menggunakan peluru timah dalam menangani protes yang merayakan ulang tahun demonstrasi 2019.