Rabu 11 Nov 2020 08:10 WIB

BPIP: Pancasila Dapat Hidup Lewat Karya Seni

Diperlukan ruang interaksi antara pemerintah dan seniman dalam menghidupkan Pancasila

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Hiru Muhammad
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memperkuat sinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) guna menangkal radikalisme dan terorisme untuk anak muda serta kaum milenial. Diskusi terpumpun yang dilakukan di Depok, Jawa Barat itu mengundang BNPT untuk menindaklanjuti MOU yang telah disepakati kedua belah pihak.
Foto: BPIP
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memperkuat sinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) guna menangkal radikalisme dan terorisme untuk anak muda serta kaum milenial. Diskusi terpumpun yang dilakukan di Depok, Jawa Barat itu mengundang BNPT untuk menindaklanjuti MOU yang telah disepakati kedua belah pihak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–-Pancasila dapat hidup dari mana saja, termasuk lewat karya seni. Hal itulah yang dirasakan oleh Direktur Pembudayaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Irene Cemelyn Sinaga, saat mengunjungi Pasar Seni Gembrong Baru, Cipinang, Jakarta.

Seni yang bermakna terlihat dari banyaknya karya yang dipamerkan di lantai dasar Pasar Seni Gembrong Baru, mengandung nilai-nilai yang tak kasat mata. Namun jika diresapi, banyak hal yang dapat dipelajari di dalamnya, termasuk Pancasila.

“Konsep inovasi ini kan tidak membawa kita pada konsep yang konvensional, tetapi konsep ini konsep di mana orang diajak berpikir. Sasarannya adalah masyarakat yang ingin bebas, dalam pengertian bebas ingin belajar dari mana saja,” ujar Irene di Pasar Seni Gembrong Baru, Jakarta, Selasa (11/10).

Pancasila, kata Irene, sudah seharusnya tak hanya hidup lewat cara-cara ‘biasa’, seperti lewat pelajaran ataupun seminar, yang sudah biasa dilakukan. Pancasila harus hidup lewat banyak hal yang bersinggungan langsung dengan masyarakat Indonesia.

Para seniman di Pasar Gembrong membuktikan bahwa mereka melakukan hal tersebut lewat karya-karyanya. Meskipun masih banyak orang yang tidak menyadarinya, termasuk oleh pemerintah yang dinilai Irene juga terlambat menyadari hal tersebut.“Sehingga mereka mengkonsepkan itu, memperlihatkan kepada republik, nih bahwa kami (seniman) berkarya dan kami tetap ingin memperlihatkan (Pancasila),” ujar Irene.

Untuk itu, diperlukan ruang interaksi antara pemerintah dan seniman dalam menghidupkan Pancasila. Hal ini harus dilakukan langsung di lokasi-lokasi masyarakat beraktivitas. Bukan dalam seminar yang digelar di hotel atau gedung.

Ruang interaksi inilah yang menjadi media kedua pihak dalam menyalurkan dan menemukan formula yang tepat untuk tak lagi berkutat pada sosialisasi Pancasila. Agar masyarakat tak hanya paham Pancasila sebagai lima hal yang sekedar dihafalkan saja, tetapi menjadi pedoman dalam kehidupannya. “Kalau kata Soekarno, jangan mengambil abunya, tetapi mengambil semangatnya. Kalau kita belajar seperti ini jadi menarik, ada sesuatu yang tidak terlalu kaku,” ujar Irene.

BPIP, kata Irene, akan berusaha menjadi jembatan antara pemerintah dan seniman untuk menghidupkan Pancasila yang tertuang dalam karya-karya para seniman. Dengan begitu Pancasila dapat menjadi ‘pegangan’ masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. “Pancasila tidak hanya dilihat dari kata-kata narasi, tetapi juga dengan karya dan ruang interaksi, bisa dengan banyak hal. Pancasila tidak hanya di seminar, tetapi Pancasila ada di tengah pelaku seni,” ujar Irene.

Kepala BPIP Yudian Wahyudi sebelumnya juga menyampaikan hal serupa dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR pada awal 2020. Ia menyampaikan, saat ini Pancasila tak bisa ditanamkan ke masyarakat, khususnya kepada generasi muda dengan cara yang kuno, seperti sosialisasi dan penyuluhan.

Harus ada sarana hiburan, di mana salah satunya lewat kesenian untuk menarik perhatian mereka dalam membangun ideologi Pancasila. Upaya tersebut dinilai lebih efektif dan sesuai psikologi masyarakat saat ini. “Agar mereka ini tidak merasa bahwa mereka sebetulnya sedang kita ajak berpancasila,” ujar Yudian, Selasa (18/2).

Budayawan, Taufik Rahzen mengatakan bahwa Pancasila dalam karya seni sudah ada sejak lama. Bahkan sesaat setelah ideologi Indonesia lahir. Terbukti dari banyaknya literasi yang menyampaikan pentingnya Pancasila. Guna menghidupkan kembali Pancasila lewat seni, banyak seniman yang berkarya di Pasar Gembrong Baru. Sebab, pasar adalah salah satu jantung dari aktivitas masyarakat Indonesia, di mana banyak proses kehidupan terjadi di area tersebut. “Ini bentuk karya seni yang menafsirkan Pancasila, kan Pancasila bukan ditafsirkan sebagai filsafat ideologi, tapi sebagai bentuk seni,” ujar Taufik.

Ke depan, pasar-pasar di Indonesia diharapkan dapat mengusung konsep Bazart.I. Terdiri dari bazar yang berarti pasar, art yang berarti seni, dan I adalah Indonesia. Selain itu terdapat kata arti, yang maksudnya adalah memberi makna.“Inilah yang kita harapkan jadi pasar masa depan, dia pakai digital, pakai online, tapi dia menjual makna. Jadi bukan semata-mata menjual barang komoditas sebagaimana pasar biasa,” ujar Taufik.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement