REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih terpecah-pecah di berbagai kementerian dan lembaga menyulitkan penyaluran bantuan. Khususnya, terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan selama masa pandemi Covid-19.
Sri mengatakan, banyak pihak menyebutkan, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 60 juta unit tetapi ketika ingin melaksanakan program PEN untuk UMKM seperti bantuan produktif hingga subsidi bunga, pemerintah kesulitan mencari mereka.
"UMKM seharusnya diberikan fasilitas seperti subsidi bunga atau restrukturisasi pinjaman dan bantuan produktif Rp 2,4 juta. Tapi, mencari orangnya ini tidak mudah," ujarnya dalam Indonesia Fintech Summit 2020 secara virtual, Rabu (11/11).
Sri menuturkan, data UMKM yang dimiliki Indonesia kini sangat terfragmentasi. Beberapa di antaranya terdaftar di perbankan seperti BNI dan BRI, tetapi banyak juga yang masuk ke daftar nonbank.
Sebut saja, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero). Kemudian, masih ada juga yang tertulis di Kementerian Koperasi dan UKM.
Dengan data yang tersebar ini, Sri menekankan urgensi integrasi antarkementerian dan lembaga. Integrasi dibutuhkan agar proses eksekusi penyaluran bantuan sosial kepada UMKM dapat berjalan secara efektif, efisien dan tepat sasaran.
"Juga dapat meminimalkan yang disebut exclusion dan inclusion error," katanya.
Selain integrasi lintas kementerian/ lembaga, Sri berharap banyak pada kehadiran ekonomi digital dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kemajuan teknologi dinilainya mampu membantu proses pengumpulan dan pembaharuan data berjalan dengan lebih mudah serta murah, sehingga penyaluran bantuan bisa dilakukan by name, by address dan by account number.
Pemanfaatan ekonomi digital inilah yang sedang diterapkan pemerintah pusat dalam mengumpulkan data 20 hingga 35 persen masyarakat berpendapatan paling rendah. “Kami minta untuk dilakukan oleh pemda, tapi kami (re: Kemenkeu), Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri kerjasama untuk mendorong itu,” ucap Sri.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, perkembangan teknologi informasi memberikan peranan penting dalam program PEN. Sebagian besar pengeluaran dalam PEN, mulai dari kesehatan hingga UMKM dan insentif usaha, dijalankan dengan menggunakan teknologi dan informasi.
Ia memberikan contoh, penggunaannya dalam Kartu Prakerja yang merupakan bagian dari program perlindungan sosial. Sebelum masuk dalam program ini, sebagian peserta tidak memiliki rekening di bank. Tapi, sekarang, mereka wajib memiliki rekening di bank karena menjadi salah satu syarat untuk bisa mengikuti program
Demikian pula dengan Program Keluarga Harapan (PKH). Suahasil mengatakan, para penerima bantuan wajib memiliki rekening bank karena cara menyalurkannya adalah melalui rekening penerima langsung.
"Lalu pemerintah juga menjalankan bantuan presiden untuk usaha produktif yang salah satu prasyaratnya adalah memiliki rekening koran, sehingga bisa disalurkan lewat rekening perbankan," kata Suahasil dalam diskusi Forum Peranan Fintech dalam Transformasi dan Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual pada Senin (9/11).
Suahasil menegaskan, pemerintah akan terus mendukung pembangunan infrastruktur teknologi informasi di Indonesia. Pada APBN 2021, misalnya, pemerintah mengalokasikan belanja dengan nominal besar di berbagai macam kementerian, yakni hampir Rp 30 triliun.