REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagian besar di antaranya dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.
Kepala Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Hidayat Amir menyebutkan, arah kebijakan pemerintah tahun depan adalah memastikan agar penanganan Covid-19 tidak terkendala anggaran. "Sebab, kita masih melihat, pandemi Covid-19 masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di tahun depan," tuturnya dalam Webinar Indonesia Economic Outlook 2021, Sabtu (14/11).
Tidak hanya situasi pandemi di Indonesia, Hidayat menambahkan, kondisi di dunia juga menjadi faktor utama. Sebab, Indonesia masih menjadi bagian dari rantai pasok global yang pasti terpengaruh dengan kondisi negara lain. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi faktor kinerja ekonomi domestik tahun depan.
Gelombang kedua dan ketiga penyebaran Covid-19 yang kini sedang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) akan menjadi fokus pemerintah, meskipun situasi di Indonesia disebutkan Hidayat sudah membaik. “Kemarin agak lebih tinggi karena ada libur panjang, tapi kita berharap ini temporer,” kata Hidayat.
Untuk mengantisipasi tekanan dari domestik dan eksternal, pemerintah melalui Kemenkeu memberikan dukungan ekspansi fiskal, terutama dalam melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). APBN pun dirancang untuk ekspansif dan konsolidatif guna mendukung percepatan pemulihan ekonomi serta penguatan reformasi.
Dari sisi demand, fokusnya adalah penguatan bansos dan bantuan langsung tunai (BLT), sementara pemberian insentif pajak, bantuan kredit dan penjaminan untuk UMKM hingga korporasi jadi fokus dari sisi suplai. Hidayat mengatakan, bantuan ini akan diteruskan dengan berbagai penguatan. "Kita dalami agar targeted dengan pendekatan sektoral yang baru agar terjadi reopening," ujarnya.
Faktor terakhir yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan adalah akselerasi reformasi. Hidayat mengatakan, situasi sulit saat ini semakin menekankan urgensi untuk melakukan reformasi struktural guna meningkatkan produktivitas, daya saing dan iklim investasi.
Salah satu upaya yang sudah dilakukan adalah Omnibus Law Cipta Kerja. Di sisi lain, Hidayat mengatakan, pemerintah juga sudah menjalankan reformasi anggaran dan membentuk Lembaga Pengelola Investasi (SWF).