REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Ketenagakerjaan terus mensosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Kluster Ketenagakerjaan. Kali ini, sosialisasi dilakukan di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Selasa (17/11), kepada pengawas dan stakeholder mitra pengawas ketenagakerjaan guna memiliki pemahaman yang sama.
Dirjen Binwasnaker dan K3, Haiyani Rumondang, mengatakan, UU Cipta Kerja telah mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru terhadap beberapa ketentuan yang telah berlaku dan ada saat ini, meliputi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Menurut Haiyani, perubahan ketentuan ketenagakerjaan yang terdapat dalam UU Cipta Kerja akan memengaruhi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi agar terdapat pemahaman yang sama, baik di internal pengawasan ketenagakerjaan, maupun stakeholder mitra pengawas ketenagakerjaan, dalam melaksanakan fungsi pengawasan ketenagakerjaan. Sehingga fungsi pengawasan ketenagakerjaan dapat berjalan dengan baik, meskipun belum terdapat peraturan pelaksananya.
"Keberhasilan kegiatan pengawas ketenagakerjaan di dalam mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di perusahaan, tidak terlepas dari peran stakeholder mitra pengawas ketenagakerjaan," kata Haiyani seperti dikutip laman resmi Kemnaker.
Selain pengawas ketenagakerjaan, sambungnya, mitra tersebut merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan perusahaan, pengusaha, maupun pekerja/buruh. Mereka menjadi pihak pertama yang akan menjadi tempat konsultasi dan penasehatan teknis terkait permasalahan ketenagakerjaan, tidak terkecuali substansi yang terdapat dalam UU Cipta kerja, terutama kluster ketenagakerjaan.
"Oleh karena itu, perlu mempersiapkan diri dengan memahami isi substansi kluster ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat, terutama masyarakat industri," katanya.
Sementara Sesditjen PHI dan Jamsos, Adriani, mengemukakan sejumlah urgensi UU Cipta Kerja. Di antaranya UU Cipta Kerja bertujuan untul merespon dinamika ekonomi global secara cepat dan tepat."Tanpa reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat," kata Adriani.
UU Cipta Kerja juga disebutnya ditujukan untuk untuk memanfaatkan bonus demografi agar dapat keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Dengan target peningkatan investasi sebesar 6,6 hingga 7 persen, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 hingga 6 persen.
Ia menambahkan, UU Cipta Kerja juga untuk menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi, dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi pekerja/buruh.