REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), telah menjalani pemeriksaan sekitar tujuh jam oleh Bareskrim Polri. Dia diundang untuk dimintai klarifikasi terkait kasus kerumunan massa di Megamendung, Kabupaten Bogor, pada Jumat pekan lalu. RK menegaskan bahwa kasus tersebut secara moral adalah tanggung jawabnya sebagai gubernur Jawa Barat.
"Semua urusan, semua dinamika yang ada di Jawa Barat secara moral adalah tanggung jawab saya sebagai gubernur. Sehingga dalam kapasitas itu tentulah apa yang terjadi positf negatif kelebihan kekurangan tentu menjadi tanggung jawab saya," tegas RK saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/11).
Namun secara teknis, RK menjelaskan, Jawa Barat adalah provinsi dengan daerah otonom. Dimana wali kota dan bupatinya itu dipilih secara langsung oleh rakyat lewat pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sehingga kota maupun kabupaten memiliki kewenangan otonom dalam penyelenggaraan dan pembangunan, termasuk izin kegiatan.
"Berbeda dengan DKI yang tidak memiliki daerah otonom, atau istilahnya wilayah administratif. Maka jumlah satgas Covid-19 di Jabar itu ada 27 di kota kabupaten dan Satgas Covid-19 satu di Jabar," terang mantan Wali kota Bandung tersebut.
Sehingga dengan demikian, tidak semua urusan secara teknis tanggungjawab Gubernur Jawa Barat, karena undang-undang memberi keterbatasan. Setidaknya, ada enam urusan yang gubernur tidak bisa intervensi, seperti urusan keamanan, urusan pertahanan, urusan yustisi pengadilan kejaksaan, urusan agama, hubungan luar negeri dan urusan fiskal. "Jadi dalam kondisi kewenangan itulah kita harus memahmi persitwa-peristiwa ini dalam aturan perundang-undangan," jelas RK.
Kendati demikian, RK meminta maaf jika ada peristwa-peristiwa di Jawa Barat yang kurang berkenan. Termasuk jika ada hal-hal yang belum maksimal. "Permohonan maaf atas kekurangan dan tentunya akan kita sempurnakan," pintanya.
Sebelumnya, pada Jumat (13/11) berkunjung ke Markas Syariah DPP FPI di Megamendung, Bogor untuk mengisi acara dakwah. Selain itu, HRS juga berkunjung ke Pondok Pesantren Agrokultural dalam rangka peletakkan batu pertama pembangunan mesjid Ponpes tersebut. Namun acara tersebut menyebabkan kerumunan massa yang diduga melanggar protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.